Smoking is highly addictive, don't start

don't make them breathe your smoke

Smoking when pregnant harms your baby

Smokers die younger
World Health Day 2011 web button

AMANKAH ROKOK ELEKTRONIK?

Rabu, 29 Desember 2010


Rokok elektronik atau Elecronic Nicotine Delivery Systems (ENDS) dipasarkan sebagai pengganti rokok dan diklaim tidak menimbulkan bau dan asap. Bentuknya seperti batang rokok biasa, tetapi alih-alih membakar daun tembakau, seperti produk rokok konvensional, ENDS membakar cairan menggunakan baterai dan uapnya langsung masuk ke paru-paru pemakai.

WHO pada September 2008 telah menyatakan bahwa mereka tidak menyetujui dan tidak mendukung rokok elektronik dikonsumsi sebagai alat untuk berhenti merokok. Pada 6-7 Mei 2010 lalu, WHO kembali mengadakan pertemuan membahas mengenai peraturan terkait keselamatan ENDS dan menyatakan bahwa produk tersebut belum melalui pengujian yang cukup untuk menentukan apakah aman dikonsumsi.

Suatu studi penelitian dari University California merekomendasikan bahwa rokok elektronik harus dilarang sampai ada kejelasan mengenai keamanan penggunaannya. Penelitian ini telah dipublikasikan pada Tobacco Control Journal yang dirilis pada tanggal 7 Desember 2010. Begitu banyak kontroversi pada perangkat yang dioperasikan dengan baterai tersebut, mengandung nikotin, aroma buatan dan bahan kimia lainnya. Isu ini memanas saat US Food and Drug Administration (FDA) meneliti lima distributor rokok elektronik dan mendapatkan adanya kelemahan dalam pembuatannya di pabrik serta kekeliruan dalam klaim bahwa produk ini bisa membantu untuk berhenti merokok.

Studi ini menemukan adanya kelemahan dalam produk rokok elektronik dan mengenai klaim kesehatannya. Para peneliti mengevaluasi enam merek rokok elektronik yang telah dibeli secara online dan menemukan bahwa:

• Hampir semua cairan yang mengandung nikotin bocor dari cartridge rokok elektronik tersebut
• Perangkat sulit untuk diambil secara terpisah atau diambil bersamaan tanpa tersentuh nikotin di tangan pengguna.
• Pelabelan pada cartridge kurang memuat informasi yang lengkap, kurangnya informasi isi cartridge, tidak ada tanggal kadaluarsa, atau peringatan kesehatan.
• Cartridge yang diklaim tidak memiliki isi nikotin tampak identik dengan yang diklaim memiliki kandungan nikotin yang tinggi, sehingga tidak dapat dibedakan saat dikeluarkan dari kemasan dan pembungkus.
• Semua merek memiliki kandungan nikotin yang meragukan dengan kisaran 6 miligram sampai 24 mg.
• Tidak adanya petunjuk yang jelas apakah berupa selebaran instruksi atau informasi dari situs produk tersebut mengenai instruksi pembuangan yang tepat dari cartridge yang telah digunakan. Cetakan dan materi internet sering mengandung informasi atau klaim yang tidak didukung oleh bukti ilmiah. Misalnya "Dalam waktu dua minggu kapasitas paru-paru anda akan meningkat 30 persen atau “Keriput di kulit anda akan tampak tersamar"

Karena rokok elektronik atau ENDS tidak menghasilkan asap, mereka dipasarkan untuk perokok yang ingin merokok di area bebas asap rokok. Tetapi peneliti menyimpulkan bahwa produk ini tidak boleh dipasarkan setidaknya sampai bisa dibuktikan keamanan penggunaanya. Sehingga disimpulkan, perlu adanya regulasi dan mempertimbangkan menarik produk rokok elektronik (ENDS) ini dari pasar sampai fitur desain, pengendalian pembuangan cartridge, kualitas dan isu-isu keselamatan telah tertangani dengan baik.

Di Indonesia, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengingatkan bahwa rokok elektronik yang telah beredar di beberapa kota adalah produk ilegal dan tidak aman. BPOM telah menerima laporan dari berbagai wilayah antara lain Makasar, Semarang, Lampung, dan Palembang, mengenai beredarnya produk ilegal tersebut. Terkait dengan itu BPOM telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan untuk penertiban. Begitu pula rekomendasi dari organisasi profesi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) melalui konperensi pers nya tanggal 27 Oktober 2010 menyampaikan bahwa rokok elektronik tidak dianjurkan dipakai untuk mengganti rokok yang biasa dan rokok elektronik belum terbukti aman untuk pemakainya

Salah satu produk tersebut yang bernama Rokok Elektrik Surabaya memasarkan dua jenis rokok, yakni berwarna hitam dan hijau. Rokok warna hitam dijual seharga Rp 190 ribu dan warna hijau
seharga Rp 160 ribu.

Perusahaan rokok itu mengklaim telah mendapat sertifikat internasional dan nasional. Namun hal itu dibantah keras oleh BPOM. Produk ini belum didaftarkan di Indonesia. Di banyak negara rokok ini juga beredar secara ilegal. Tidak ada negara yang setuju penggunaan rokok elektronik. China sebagai penemu awal rokok ini, yaitu tahun 2003, selanjutnya justru melarang keberadaan rokok ini sendiri karena dianggap membahayakan kesehatan.

Referensi :

1. American Thoracic Society : US District Court Rules on E-Cigarette, available from http://www.thoracic.org/advocacy/washington-letter/archive/2010/december-10-2010.php
2. American Lung Association : American Lung Association Joins Public Health Advocates to Urge FDA to Pull E-cigarettes from Marketplace, available from http://www.lungusa.org/press-room/press-releases/e-cigarettes-action.html
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia : “Ends” Produk Ilegal Dan Berbahaya Bagi Kesehatan available from http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1165-ends-produk-ilegal-dan-berbahaya-bagi-kesehatan.html
4. Kompas Health : Rokok Elektronik Dilarang Beredar available from http://health.kompas.com/read/2010/08/13/15232629/Rokok.Elektronik.Dilarang.Beredar
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia : Konperensi Pers PDPI available from http:// www.klikpdpi.com
6. World Health Organization : Tobacco-free initiative available from http://www.emro.who.int/rc57/media/pdf/EMRC57INF02en.pdf

Facebook : Pemicu Eksaserbasi Asma?

Rabu, 15 Desember 2010


Stres psikologis merupakan salah satu penyebab yang diakui pada eksaserbasi asma. Pada pasien dengan penyakit asma yang sedang tertekan, terjadi suatu disregulasi parasimpatis atau simpatis, dengan prevalensi vagal, telah diakui menjadi suatu konsekuensi dari pemicu serangan asma.

Facebook adalah situs jejaring sosial yang diluncurkan pada bulan Februari, 2004. Jejaring sosial ini begitu populernya dan hingga saat ini memiliki lebih dari 500 juta pengguna aktif pada bulan Juli 2010, saat ini keberadaan facebook dalam dalam beberapa hal dapat menggantikan hubungan yang nyata, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda. Telah disajikan suatu kasus pada oleh Gennaro D'Amato dkk dari Rumah Sakit A Carderelli di Naples,yang dipublikasikan pada Journal Lancet, volume 376, halaman 1740 tanggal 20 November 2010.

Pada suatu kasus di Italia, dimana seorang pria berumur 18 tahun yang aktif menggunakan Facebook, tampaknya memicu terjadinya serangan eksaserbasi asma. Gejala asma yang dialami selama ini telah dikendalikan dengan kortikosteroid inhalasi (flutikason 250 mg dua kali sehari) dan montelukast 10 mg sekali sehari, Pasien meminum obatnya sepanjang tahun kecuali pada bulan-bulan musim panas, ketika paparan debu tungau rumah (pasien peka terhadap alergen ini), biasanya rendah di Italia. Namun, ternyata gejala asma memburuk dalam bulan-bulan terakhir, dimana pasien harus meminum obat beberapa kali, termasuk di musim panas.

Ibu pasien ini khawatir mengetahui bahwa anaknya tersebut telah diputuskan oleh pacarnya, meninggalkan dia dalam keadaan depresi. Gadis itu telah menghapus anaknya dari dari daftar temannya dan kemudian gadis ini berteman dengan banyak laki-laki muda yang baru. Dengan menggunakan nama yang berbeda/julukan baru di Facebook, pasien ini berhasil menjadi teman gadis ini sekali lagi dan akhirnya dapat melihat fotonya di profil Facebook gadis tersebut. Setiap kali pasien ini mengakses profil gadis tersebut, pasien ini mengalami sesak nafas. Kejadian ini terus terjadi berulang tiap kali mengakses profil facebook gadis tersebut
Akhirnya penderita disarankan untuk mengukur aliran ekspirasi puncak (PEF/Peak Expiratory Flow) sebelum dan setelah login internet dan memang saat mengakses profil gadis tersebut di facebook, nilai-nilai menjadi berkurang dengan variabilitas lebih dari 20%. Bekerjasama dengan seorang psikiater, akhirnya pasien memutuskan untuk tidak untuk login lagi ke Facebook dan serangan asmanyapun kemudian berhenti.

Hubungan temporal dengan onset gejala menunjukkan bahwa login dapat menjadi pemicu dari eksaserbasi asma, di mana hiperventilasi mungkin memainkan peran kunci. Faktor lain seperti faktor lingkungan dan infeksi telah disingkirkan dengan penelusuran riwayat asma secara menyeluruh dan dengan pemeriksaan fisik.

Kasus ini menunjukkan bahwa Facebook, dan jaringan sosial secara umumnya, dapat menjadi sumber baru stres psikologis, yang merupakan faktor pemicu pada eksaserbasi asma pada individu yang tengah tertekan. Mengingat tingginya prevalensi asma, terutama di kalangan orang-orang muda, pemicu ini perlu dipertimbangkan dalam penilaian eksaserbasi asma.


Referensi

1. Ritz T, Kullowatz A, Goldman MD, et al. Airway response to emotional stimuli in asthma: the role of the cholinergic pathway. J Appl Physiol 2010; 108: 1542-1549.
2. Loerbroks A, Apfelbacher CJ, Thayer JF, Debling D, Sturmer T. Neuroticism, extraversion, stressful life events and asthma:a cohort study of middle-aged adults. Allergy 2009; 64: 1444-1450.
3. Miller BD, Wood BL, Lim JH, Ballow M, Hsu CY. Depressed children with asthma evidence increased airway resistance: “vagal bias” as a mechanism?. J Allergy Clin Immunol 2009; 124: 66-73.
4. Zuckerberg M. 500 million stories. http://blog.facebook.com/blog.php?post=409753352130. (accessed Nov 5, 2010).
5. Ritz T, Kullowatz A, Bobb C, et al. Psychological triggers and hyperventilation symptoms in asthma. Ann Allergy Asthma Immunol 2008; 100: 426-432.

Rapid Test TB Terbaru

Kamis, 09 Desember 2010


WHO mendukung suatu test terbaru yaitu rapid test untuk tuberkulosis (TB), sangat relevan dipergunakan di negara-negara kasus TB yang banyak. Tes ini bisa merevolusi perawatan dan pengawasan TB dengan memberikan diagnosis yang akurat bagi banyak pasien dalam waktu sekitar 100 menit, dibandingkan dengan tes saat ini yang dapat memakan waktu hingga tiga bulan untuk mendapatkan hasinya. Tes baru ini merupakan suatu tonggak utama untuk diagnosis dan perawatan TB secara global. Merupakan harapan baru bagi jutaan orang yang beresiko terkena penyakit TB dan resistensi obat TB. Telah ada bukti ilmiahnya dan dikaji kebijakan-kebijakan yang ada dan sekarang siap implementasinya di negara-negara dengan kasus TB yang banyak.

Rapid test ini merupakan automated NAAT (nucleic acid amplification test) melalui pengujian selama 18 bulan penilaian yang sangat membantu dalam diagnosis dini TB, serta TB-MDR dan TB dengan infeksi HIV, yang selama ini lebih sulit didiagnosis. Sampai saat ini bukti menunjukkan bahwa pelaksanaan tes ini dapat menghasilkan peningkatan tiga kali lipat dalam diagnosis pasien dengan TB yang resistan terhadap obat (TB-MDR) dan dua kali lipat pada jumlah kasus TB dengan HIV di daerah dengan angka kejadian TB dan HIV yang tinggi. Selama ini banyak negara masih mengandalkan terutama pada pemeriksaan mikroskopis BTA, sebuah metode diagnostik yang dikembangkan lebih dari satu abad yang lalu. Pemeriksaan ini menggabungkan teknologi DNA modern yang dapat digunakan di luar laboratorium konvensional. Test ini sepenuhnya otomatis oleh karena itu mudah dan aman untuk digunakan.

WHO sekarang menyerukan agar automated NAAT diluncurkan sebagai bagian dari rencana nasional untuk perawatan dan pengawasan TB dan TB-MDR. Kebijakan dan pedoman operasional juga sedang diterbitkan berdasarkan temuan dari serangkaian ulasan dari para pakar dan konsultasi secara global yang digelar pekan lalu di Jenewa. Konsultasi ini dihadiri oleh lebih dari seratus wakil dari program nasional, lembaga bantuan pembangunan dan mitra internasional. Keterjangkauan rapid test ini telah menjadi perhatian utama dalam konsultasi tersebut. Co-developer FIND (the Foundation for Innovative and New Diagnostics) nenyampaikan bahwa telah melakukan negosiasi dengan produsen, Cepheid, untuk bisa menurunkan harga sebanyak 75% untuk negara-negara yang paling terpengaruh oleh TB, dibandingkan dengan harga pasar saat ini. Harga tersebut akan diberikan kepada 116 negara dengan pendapatan menengah kebawah dengan endemis TB, dengan tambahan pengurangan harga setelah ada permintaan volume yang signifikan.

Telah ada komitmen yang kuat untuk menghilangkan hambatan, termasuk hambatan finansial, yang bisa mencegah suksesnya teknologi baru ini dan untuk pertama kalinya dalam pengendalian TB dimungkinkan akses ke negara dengan pendapatan rendah, menengah dan tinggi secara bersamaan. Teknologi juga memungkinkan suatu pengujian terhadap penyakit lainnya yang selanjutnya akan meningkatkan suatu efisiensi.
WHO juga merekomendasi agar negara-negara memasukan tes ini dalam program nasional mereka. Ini termasuk pengujian protokol (atau algoritma) untuk mengoptimalkan penggunaan dan manfaat dari teknologi baru pada orang-orang yang paling membutuhkannya.Meskipun telah terjadi peningkatan besar dalam perawatan dan pengawasan, TB telah membunuh sekitar 1,7 juta orang di tahun 2009 dan 9,4 juta orang telah terinfeksi TB tahun lalu.

Apakah teknologi ini akan mampu menurunkan prevalensi TB di dunia?

Referensi :
1. International Union Againts Tuberculosis and Lung Disease : Tuberculosis, available from http://www.theunion.org/tuberculosis/tuberculosis.html
2. Stop TB Partnership : The Global Plan to Stop TB, available from http://www.stoptb.org/global/plan/main/part2.asp
3. TB Alliance : The Treat of TB available from http://www.tballiance.org/why/tb-threat.php
4. World Health Organization : WHO endorses new rapid tuberculosis test, available from http://www.who.int

WORLD SPIROMETRY DAY 2010

Kamis, 14 Oktober 2010


Tujuh persen dari semua kematian di seluruh dunia setiap tahun disebabkan oleh penyakit paru dan pernafasan yang sesungguhnya dapat dicegah. Jutaan orang sedang menjalani usia tua yang menyakitkan karena penyakit paru dan pernafasan yang seharusnya dapat diobati jika saja sudah terdeteksi secara dini melalui pemeriksaan yang tepat yaitu spirometri.

Spirometri adalah metode yang paling umum untuk pengujian fungsi paru. Pemeriksaan ini sederhana, cepat dan non-invasif. Pemeriksaan ini mengukur jumlah (volume) dan atau kecepatan (flow) aliran udara yang dihirup dan dihembuskan oleh paru. Spirometri adalah alat yang penting dan sangat membantu dalam menilai kondisi seperti asma , pulmonary fibrosis, kista dan mungkin yang paling penting Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) . Pengukuran digunakan dalam diagnosis rutin pasien dengan penyakit pernapasan dan saat ini semakin banyak digunakan oleh dokter. Tes spirometri dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut spirometer.

Bilamana dilakukan pemeriksaan Spirometri? Jika anda,…
1. Perokok atau pernah merokok
2. Berusia lebih dari 40 tahun
3. Batuk selama berbulan-bulan atau tahunan
4. Sering tersengal-sengal dalam beberapa tahun terakhir
5. Tidak dapat berjalan menaiki tangga tanpa mengalami sesak napas
6. Cenderung mengalami mengi dalam beberapa tahun terakhir
7. Tidak dapat melakukan latihan/olah raga sebagaimana mestinya
8. Mengalami batuk berdahak, walaupun tidak sedang flu/
9. Telah pernah menggunakan misalnya inhaler untuk suatu kasus penyakit paru
10. Memiliki kekhawatiran tentang kesehatan paru
11. Merasa seolah-olah tidak mendapatkan cukup udara
12. Mengalami nyeri saat bernafas dalam atau menghembuskan nafas

Eropa Lung Foundation atau ELF adalah suatu suara publik dari Eropa Respiratory Society (ERS). Didirikan pada tahun 1990. ERS adalah sebuah organisasi kesehatan nirlaba internasional dengan lebih dari 10.000 anggota dari 100 negara yang dengan bidang ilmu pengetahuan dasar dan obat-obatan klinis. Ini adalah komunitas masyarakat terbesar di Eropa di bidangnya untuk menyebarkan informasi dari ERS kepada publik dan media dan untuk meningkatkan kesadaran tentang kesehatan dan penyakit paru. European Respiratory Society (ERS) berusaha untuk meningkatkan kesadaran kesehatan paru dan meningkatkan pencegahan, manajemen dan pengobatan penyakit paru dan pernapasan.

Setiap tahun selama Kongres ERS tahunan, ELF menyelenggarakan acara pemeriksaan spirometri. Hal ini biasanya dilakukan di tempat-tempat umum, misalnya di stasiun kereta api atau di tenda-tenda. Peristiwa ini sesungguhnya memiliki keuntungan ganda. Di satu sisi, memiliki dampak pada kesehatan masyarakat, memungkinkan banyak orang yang belum pernah diperiksa sebelumnya memiliki kesempatan untuk dilakukan pemeriksaan. Di Berlin sekitar 20% orang yang diperiksa disarankan untuk mengunjungi dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut. Di sisi lain, peristiwa ini bisa menjadi fokus perhatian khususnya pada kesehatan paru, memfasilitasi peningkatan kesadaran publik. Acara di Berlin diliput oleh saluran TV Nasional Jerman dan Media cetak terkemuka. Peristiwa ini menciptakan kesempatan untuk bisa menarik perhatian otoritas kesehatan, politisi dan pemangku kebijakan. Di Berlin, ELF mengundang Walikota New York. Michael Bloomberg untuk menghadiri acara tersebut. Walikota mengunjungi tenda tempat pemerioksaan spirometri, melakukan pemeriksaan dan akhirnya memberikan konferensi pers.

Acara ini hanyalah salah satu dari sejumlah pemeriksaan yang diadakan di seluruh dunia sebagai bagian dari Year of the Lung 2010 dengan kampanye meningkatkan kesadaran tentang penyakit paru dan pemeriksaan fungsi paru. Pada Hari Spirometri Sedunia kita ingin menunjukkan kepada publik bagaimana mereka dapat dengan mudah mendapatkan kembali kesehatan paru mereka dengan meluangkan beberapa menit dari rutinitas harian mereka untuk melakukan pemeriksaan spirometri yang tidak menyakitkan dan sederhana, "kata Presiden Eropa Respiratory Society Profesor Marc Decramer.

Secara ringkas, diketahui bahwa lebih dari 12.500 orang yang telah melakukan pemeriksaan, hampir 20% memiliki beberapa derajat obstruksi pada saluran napas, hampir 50% nya perokok dan 5% menderita asma. Panitia penyelenggara ini menyampaikan bahwa pemeriksaan spirometri berguna untuk mendeteksi obstruksi saluran napas pada stadium awal/dini.

Selanjutnya perlu dipahami bersama bahwa penyelenggaraan acara ini tidak memerlukan biaya yang sedikit mulai dari tenaga medis dan pendukung, alat spirometer, biaya promosi dan sarana pendukung lainnya sehingga kemungkinan acara ini tidak bisa dilakukan di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Tetapi setidaknya mampu memberikan inspirasi dan motivasi bagi pemangku kebijakan serta politisi dan tenaga medis untuk bisa menyelenggarakan acara ini di tahun-tahun mendatang.









SPIROMETRI


Spirometri adalah pengukuran volume dan aliran udara yang masuk dan keluar dari paru-paru. Saat ini spirometer dapat mengukur paru seperti volume tidal dan kapasitas paru seperti kapasitas total paru-paru. Pengujian fungsi paru sudah dilakukan sejak berabad-abad yang lalu. Meski prinsif dasarnya tidak berubah, teknik-tekniknya menjadi makin rumit. Para ilmuwan telah dapat mengukur berbagai variable, yang teus meningkat jumlahnya

Sejarah awal mula konsep sudah ada sejak masa kekaisaran Romawi, tahun 129-200 M. Seorang dokter dan filsuf Yunani, Claudius Galen melakukan percobaan volumetric pernafasan pada manusia. Dia menyuruh seorang anak laki-laki bernafas melalui semacam balon dan menemukan setelah beberapa waktu, bahwa volume gas tidak berubah.

Setelah eksperimen tersebut, tidak banyak diketahui mengenai fungsi paru hingga tahun 1600 an. Sekitar tahun 1691, Giovanni Alfonso Borelli mencoba menghirup cairan melalui tabung dan mengukur volumenya, Satu hal yang dilakukan dan masih dilakukan hingga saat ini adalah penutupan lubang hidung. Menutup lubang hidung sangat penting agar tidak ada udara yang lolos melalui hidung saat mengukur udara yang masuk dan keluar melalui mulut untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Pada awal 1700 an, J. Jurin adalah ilmuwan pertama yang merekam pengukuran volume udara yang absolut. Dia mengukur volume tidal sebanyak 650 ml dan ekspirasi minimal sebesar 3610 ml. Jurin melakukan eksperimennya dengan meniup ke dalam balon dan mengikuti prinsif Archimedes, dapat mengukur volume udara dalam balon.

Pada paruh pertama abad 18, Stephen Hales mengkonfirmasi temuan Jurin mengenai ekspirasi maksimal sebesar 3610 ml, mesti tidak tahu metode apa yang dipergunakan dalam melakukan pengukuran tersebut. Stephen Hales telah memberi kontribusi pada fisiologi pernafasan. Termasuk juga John Abernety seorang dokter dan guru anatomi, fisiologi dan patologi pada akhir 1700 an yang telah melakukan pengukuran kapasitas vital sebesar 3150 ml.

Pada permulaan 1800 an, Sir Humphry Davy menggunakan gasometer untuk mengukur berbagai volume dan kapasitas. Dia mengambil pengukurannya sendiri yang menghasilkan kapasitas vital sebesar 3110 ml, volume tidal 210 ml dan dengan menggunakan metode delusi hydrogen, volume residual sebesar 590-600 ml.

Alat lain yang digunakan dalam perkembangan spirometri adalah pulmometer. Alat ini ini digunakan oleh E. Kentish dan Charles Turner Thackrah. Menurut Cleeland dan Burt, alat ini adalah toples yang dibalikkan di dalam air yang digunakan untuk mengukur volume ventilasi. Mesin ini tidak hanya mengukur volume-volume pernafasan tetapi juga kekuatan otot-otot ekspirasi.

Sebuah alat lain bernama ekspirator digunakan olh Karl Von Vierordt. Melalui percobaannya, dia mampu menghasilkan determinasi yang amat tepat dari parameter-parameter volume tertentu, termasuk volume residual dan kapasitas vital yang masih digunakan pada spirometri modern saat ini.

Pada tahun 1840, John Hutchinson seorang ahli bedah memulai pekerjaannya dengan berbagai spirometer. Dia menciptakan spirometer untuk mengukur kapasitas vital. Spirometer nya terdiri dari sebuah lonceng yang menampung udara yang dihembuskan dari paru-paru. Hutchinson telah merekam lebih dari 4000 orang dengan spirometer nya. Hal ini menunjukan Hutchinson mengetahui betul hubungan antara kapasitas vital dengan kesehatan pernafasan. Lebih lanjut Spirometer air Hutchinson masih digunakan saat ini dengan beberapa perubahan termasuk pengurangan massa lonceng dan penambahan alat grafis dan waktu.

Kurang lebih 10 tahun kemudian, Wintrich mengembangkan sebuah spirometer yang lebih mudah digunakan, ia pun telah melakukan pengujian pada lebih dari 4000 orang dan mementukan tiga parameter yang menentukan kapasitas vital yaitu tinggi badan, berat badan dan usia.Pada tahun 1859, E. Smith mengembangkan spirometer portable. Tahun 1866, Salter menambahkan sebuah kimograf pada spirometer untuk mencatat waktu saat pengambilan volume udara. T,G Brodie adalah yang pertama menggunakan spirometer bellow wedge kering tahun 1902 yang merupakan pendahulu dari spirometer Fleisch yang digunakan saat ini. Sebagai tambahan pada tahun 1904, Tissot memperkenalkan spirometer rangkaian tertutup.

Pada tahun 1920 an, H.W. Knipping dan Braurer memperkenalkan ergospirometeryang memungkinkan dilakukan pengujian performa, pengukuran tidak hanya bisa dilakukan saat istirahat. Metode-metode ergospirometri memiliki manfaat saat ini untuk riset, diagnosis, terapi rehabilitasi, latihan dan olah raga. Disiplin kedokteran khususnya kedokteran olah raga, pulmonologi, kardiologi, fisiologi, farmakologi klinis dan biokimia telah memanfaatkan ergospirometer dan mendapatkan banyak pengetahuan baru dari alat tersebut.

Konsep pengukuran kapasitas paru sewaktu melakukan aktifitas fisik adalah terobosan besar dalam bidang ilmiah dan masih digunakan saat ini. Konsep tersebut memungkinkan untuk mengukur konsumsi oksigen dan pengeluaran energi sewaktu berolahraga dan mendapat banyak informasi mengenai tingkat kondisi dan kesehatan seseorang.

dikutip dari berbagai sumber
Memperingati “World Spirometry Day” 14 Oktober 2010

Kesalahan Diagnosis Asma pada Orang dengan Obesitas

Kamis, 29 Juli 2010


Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa beberapa orang dewasa dengan obesitas mungkin akan mengalami kesulitan saat bernapas sehingga sering salah didiagnosis sebagai asma. Ketika peneliti melihat faktor-faktor risiko yang menyebabkan kesalahan diagnosis, pengaruh obesitas belum menunjukan peranan yang jelas. Namun di antara pasien yang meminta perawatan di unit darurat karena masalah pernafasan pada setahun terakhir, orang dengan obesitas, 4 kali lebih sering salah didiagnosis sebagai asma dibandingkan orang dengan berat badan yang normal.

Penelitian ini telah dimuat pada jurnal CHEST, bulan Juni 2010, Vol 137 no 6 dengan judul A Comparison of Obese and Nonobese People With Asthma Exploring an Asthma-Obesity Interaction.(http://chestjournal.chestpubs.org/content/137/6/1316.abstract?sid=21fef794-9d81-4da3-88e0-c6aa03fc9ffd) Tidak bisa dipastikan alasan terjadinya kesalahan diagnosis atau resiko yang lebih tinggi terjadi di kalangan orang dewasa dengan obesitas yang memerlukan perawatan darurat. Menurut Dr Smita Pakhale dari Rumah Sakit Ottawa di Ontario, Kanada yang memimpin penelitian ini menyampaikan bahwa pemeriksaan spirometri sebagai tes standar fungsi paru, tidak sering digunakan dalam mendiagnosis asma. Asma harus didiagnosis berdasarkan gejala dan pemeriksaan fungsi paru. Hal ini mungkin menjadi faktor penyebab terjadinya beberapa kesalahan diagnosis tetapi itu hanya merupakan suatu spekulasi.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa orang dewasa dengan obesitas beresiko tinggi terhadap sejumlah masalah kesehatan yang dapat menyebabkan gejala seperti sesak napas dan nyeri dada. Pasien yang dikatakan memiliki penyakit asma setelah mendapat perawatan di ruang gawat darurat sering memastikan atau menindaklanjuti dengan dokter yang merawat di sarana pelayanan kesehatan primer.Mereka ingin mendapatkan pemeriksaan tambahan atau evaluasi kembali untuk mengetahui penyebab sebenarnya dari suatu gejala, bila ternyata tidak asma.

Penelitian dilakukan pada 496 orang yang didiagnosis asma oleh dokter (242 orang dengan obesitas dan 254 berat badan normal), 346 orang menderita asma dikonfirmasikan dengan pemeriksaan fungsi paru dan 150 orang didiagnosis asma diluar algoritme yang baku. Orang obesitas dengan asma secara bermakna lebih cenderung memiliki riwayat hipertensi dan penyakit reflux gastroesophageal dan FEV1 yang lebih rendah dibandingkan dengan orang berat badan normal dengan asma. Orang yang lebih tua, laki-laki dan FEV1 yang lebih tinggi lebih mungkin salah didiagnosa sebagai asma. Obesitas bukan predictor independent kesalahan diagnosis, namun ada interaksi antara obesitas dan kunjungan ke unit darurat karena gejala pernapasan. Odds rasio untuk terjadinya suatu kesalahan diagnosis asma bagi penderita obesitas dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal adalah 4,08 (95 % CI , 1,23-13,5 ) bagi mereka dengan kunjungan ke unit darurat dalam 12 bulan terakhir .

Akhirnya, Dr Smita Pakhale dkk berkesimpulan bahwa orang obesitas dengan asma memiliki fungsi paru yang lebih rendah dan komorbiditas yang lebih dibandingkan dengan orang berat badan normal dengan asma. Orang dengan obesitas yang melakukan kunjungan ke unit darurat dengan gejala pernapasan lebih cenderung terjadi kesalahan diagnosis asma

PARACETAMOL MENYEBABKAN ASMA?

Sabtu, 17 Juli 2010


Paparan terhadap parasetamol selama intrauterin, masa anak-anak, dan saat dewasa dapat meningkatkan resiko terjadinya asma. Hal ini diketahui dari studi dari The International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada anak-anak dengan umur 6-7 tahun yang untuk menyelidiki hubungan antara penggunaani parasetamol dan asma. Penelitian ini telah dimuat pada The Lancet Journal, volume 372, issue 9643 tanggal 20 September 2008 dengan judul Association between paracetamol use in infancy and childhood, and risk of asthma, rhinoconjunctivitis, and eczema in children aged 6—7 years: analysis from Phase Three of the ISAAC programme (http://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736%2808%2961445-2/fulltext)

Orang tua atau wali anak usia 6-7 tahun diminta untuk menulis kuesioner tentang gejala asma, rhinokonjungtivitis, eksim dan beberapa faktor risiko termasuk penggunaan parasetamol untuk demam pada tahun pertama kehidupan anak dan frekuensi penggunaan parasetamol dalam 12 bulan terakhir.

Terdapat 205.487 anak usia 6-7 tahun pada 73 pusat penelitian di 31 negara yang dilibatkan dalam penelitian ini. Menurut Prof Richard Beasley dkk, setelah melalui analisis multivariat, penggunaan parasetamol untuk demam pada tahun pertama kehidupan dikaitkan dengan peningkatan risiko gejala asma saat berusia 6-7 tahun Penggunaan parasetamol berhubungan dengan risiko gejala asma berat dengan resiko populasi yang timbul antara 22% dan 38%. Parasetamol yang digunakan, baik pada tahun pertama kehidupan dan pada anak usia 6-7 tahun, juga dikaitkan dengan peningkatan risiko gejala rhinokonjungtivitis dan eksim. Selanjutnya disampaikan pada penelitian ini bahwa penggunaan parasetamol mungkin menjadi faktor risiko terjadinya asma di masa kanak-kanak.

FAKTOR KETURUNAN/GENETIKA DALAM MEMPREDIKSI PEMERIKSAAN FUNGSI PARU

Kamis, 15 Juli 2010


Penggunaan klasifikasi ras atau etnis dalam praktek medis dan penelitian telah menjadi bahan perdebatan. Ras dan etnis yang kompleks menggabungkan konstruksi sosial, budaya, dan faktor genetik. Saat ini, pemeriksaan fungsi paru adalah salah satu dari beberapa aplikasi klinis di mana faktor ras atau etnis suatu kelompok digunakan untuk menentukan rentang normal hasil pemeriksaan.

Suatu studi terbaru menunjukan bahwa pemeriksaan fungsi paru sering digunakan untuk mendiagnosa penyakit paru dan respirasi yang sesungguhnya mungkin perlu disesuaikan dengan perbedaan keturunan/genetik pasien. Saat ini dokter memperhitungkan hasil pemeriksaan dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, ras dan berat badan, tetapi tidak untuk keturunan campuran.

Penelitian yang diterbitkan pada New England Journal of Medicine, volume 363, number 2 tanggal 8 Juli 2010 dengan judul Genetic Ancestry in Lung-Function Predictions (http://content.nejm.org/cgi/content/full/NEJMoa0907897?query=TOC) menunjukkan penyesuaian mungkin diperlukan karena banyak orang keturunan campuran, yang dapat mempengaruhi hasil tes. Ketika seorang pasien dipaksakan untuk masuk dalam suatu kelompok, misalnya Afrika-Amerika atau Kaukasia, dokter akan banyak kehilangan informasi genetik.

Dalam penelitian yang melibatkan lebih dari 3.000 pasien, para peneliti menemukan bahwa keturunan genetik secara signifikan mempengaruhi hasil pada pemeriksaan fungsi paru. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi tanda-tanda penyakit seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Menurut pemimpin studi ini, Dr Rajesh Kumar seorang profesor di Northwestern University Feinberg School of Medicine dengan mempertimbangkan faktor keturunan/genetik pada pemeriksaan bisa menghasilkan pengobatan yang lebih tepat untuk pasien. Seorang dokter spesialis paru dari Mayo Clinic, Dr Paul D. Scanlon mengatakan bahwa temuan studi ini merupakan "sebuah langkah maju dalam pemahaman kita." Pada umumnya hasil pemeriksaan orang kulit hitam berbeda dibandingkan orang kulit putih Jika hasil pemeriksaan tidak disesuaikan dengan fakta ini, pasien mungkin akan salah didiagnosis sebagai penyakit paru. Saat ini, alat ukurnya masih perlu disempurnakan karena tidak dirancang untuk seseorang dengan keturunan campuran.

Perokok lebih banyak menggunakan obat analgetik opioid dibandingkan non perokok

Senin, 12 Juli 2010


Menurut suatu studi dari Norwegia, perokok lebih banyak menggunakan obat analgesik opioid dibandingkan non-perokok. Para peneliti mengatakan bahwa dokter harus menanyakan pada pasiennya tentang kebiasaan merokok mereka sebelum meresepkan obat jenis opioid untuk nyeri yang tidak terkait dengan kanker. Sementara penggunaan obat penghilang rasa sakit untuk nyeri opioid kuat pada kasus non-kanker telah meningkat tajam di berbagai belahan dunia dan penggunaan obat ini masih kontroversial, terutama karena potensi adiktif obat ini. Beberapa faktor tertentu misalnya,riwayat pecandu alkohol atau penyalahgunaan narkoba dapat meningkatkan kemungkinan seseorang telah pernah menyalahgunakan opioid. Ada juga bukti bahwa kebiasaan merokok seseorang dapat mempengaruhi penggunaan opioid mereka.

Dr Svetlana Skurtveit dari Institut Kesehatan Publik Norwegia di Oslo dan rekan-rekannya mencatat dalam Annals of Epidemiology, online 2 Juni 2010 (www.annalsofepidemiology.org/article/S1047-2797(10)00055-4/abstract). Pada penelitian tersebut, mereka melibatkan hampir 13.000 pria dan hampir 16.000 perempuan dengan usia antara 30-75 tahun yang berpartisipasi dalam survei kesehatan antara tahun 2000 dan 2002. Tidak ada peresepan opioid saat studi dimulai. Selama tindak lanjut yang berlangsung sejak 2004 sampai 2007, 1,5 % dari peserta penelitian menerima 12 atau lebih resep opioid. Orang yang merokok sedikitnya 10 batang sehari di awal studi, kemungkinan 3 kali lebih banyak diresepkan opioid dibandingkan orang yang tidak pernah merokok, sedikitnya 12 kali selama masa tindak lanjut. Sementara orang yang merokok 1-9 batang per hari hampir 2 kali lipat diresepkan opioid . Bagi orang-orang yang sebelumnya merokok 10 batang atau lebih sehari, tapi saat ini sudah berhenti, kira-kira 2 kali lipat.

Penting untuk diketahui bahwa orang yang menerima setidaknya selusin resep opioid selama empat tahun tidak mesti menjadi kecanduan/menyalahgunakan obat Namun, penelitian terkini menunjukkan bahwa ketergantung pada nikotin mungkin memprediksi lebih sering penggunaan opioid. Ada banyak bukti dari suatu studi eksperimental terhadap efek nikotin dan opioid. Skurtveit dkk menambahkan, saat merokok juga dapat mempengaruhi persepsi terhadap nyeri .
Sehingga disarankan agar dokter harus mengetahui kebiasaan merokok pasien sebelum memulai pengobatan nyeri dengan opioid

Apakah pemberian obat steroid intravena terlalu berlebihan pada pasien PPOK?

Jumat, 09 Juli 2010


Telah dilaporkan bahwa, steroid oral dosis rendah tampaknya bekerja sebaik obat steroid intravena (IV) dosis tinggi pada pasien yang dirawat di rumah sakit dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yang berat.
Namun, sekitar 90 persen pasien PPOK diberi dosis yang lebih tinggi, yang sesungguhnya bertentangan dengan panduan pemberian obat saat ini, suatu hasil studi yang telah dimuat pada Journal of American Medical Association, Volume 303, No.23 tanggal 16 Juni 2010, dengan judul “Association of Corticosteroid Dose and Route of Administration With Risk of Treatment Failure in Acute Exacerbation of Chronic Obstructive Pulmonary Disease” available from http://jama.ama-assn.org/cgi/content/abstract/303/23/2359?maxtoshow=&hits

Dokter harus mengikuti panduan pengobatan rumah sakit dan merawat pasien dengan steroid oral ,setidaknya bagi mereka yang memungkinkan penggunaan steroid oral. Sesungguhnya banyak pasien yang menerima steroid IV. Pasien PPOK yang kritis memang secara rutin diobati dengan kortikosteroid, bronkodilator dan antibiotik. Meskipun jelas bahwa steroid efektif dalam mengobati eksaserbasi PPOK, namun sesungguhnya belum jelas berapa dosis yang tepat.

Berdasarkan catatan medis pasien, para peneliti dari Massachusetts mencatat hampir 80.000 pasien yang dirawat dengan gejala PPOK berat di 414 rumah sakit AS pada 2006 dan 2007 . Semua pasien telah diberikan steroid pada dua hari pertama mereka dirawat. Studi ini tidak termasuk orang-orang yang membutuhkan perawatan di unit perawatan intensif. Ini adalah pasien yang sakit cukup pantas untuk dirawat di rumah sakit tetapi tidak cukup sakit untuk dirawat di ICU.

92% pasien dalam penelitian ini diberikan steroid IV dengan dosis yang lebih tinggi, sementara hanya 8 persen pasien diberikan obat steroid oral dan kedua kelompok memiliki hasil yang sama dengan 1,4 persen pasien dengan obat IV dan 1 persen yang memakai pil, akhirnya menjadi kritis/sekarat.Sementara itu, 10,9% pasien dengan obat IV dan 10,3 persen pasien dengan obat oral memelukan perawatan/tindakan lebih lanjut seperti pemasangan ventilasi mekanis, yang berarti steroid tidak berefek secara semestinya.20% pasien dengan obat steroid oral diganti dengan obat IV yang lebih kuat selama mereka dirawat di rumah sakit .


Eksaserbasi akut PPOK adalah peristiwa yang mengancam jiwa sehingga bisa dimengerti bahwa dokter ingin segera menggunakan“senjata pemungkas” mereka secepat mungkin, itu mungkin tindakan yang lebih baik tetapi sayangnya tidak benar. Pada akhirnya, walaupun tidak semua setuju pada pedoman penggunaan kortikosteroid yang benar pada pasien PPOK namun penggunaannya sering dibuat secara individual.

Memang sulit untuk menganggap ribuan pasien PPOK dan menjadikannya suatu model sebagai pasien tunggal. Mereka memiliki berbagai jenis masalah yang berbeda dan kebutuhan yang berbeda, dan dokter harus benar-benar membuat keputusan,….

Editorial Jurnal : Insufisiensi vitamin D terkait dengan serangan asma yang parah?

Sabtu, 03 Juli 2010


Penelitian yang dipimpin oleh Dr Augusto A. Litongua, dari Harvard Medical School di Boston, laporan penelitian telah dimuat pada Journal of Allergy & Clinical Immunology.Volume 126, hal 52-58.e5 ( Juli 2010)dengan judul "Serum Vitamin D Levels and Severe Asthma Exacerbations in the Childhood Asthma Management Program Study", available from http://www.jacionline.org/article/S0091-6749%2810%2900657-3/abstract

Penyakit asma pada anak-anak dengan kadar vitamin D yang relatif rendah dalam darah mereka mungkin akan memiliki resiko lebih besar untuk mendapat serangan asma yang parah/severe dibandingkan dengan yang memiliki kadar vitamin D yang lebih tinggi. Suatu studi penelitian terbaru yang mengamati lebih dari 1.000 anak dengan asma selama empat tahun, didapatkan bahwa anak dengan insufisiensi vitamin D di awal penelitian, lebih cenderung mengalami serangan asma yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Selama empat tahun penelitian, 38 persen anak-anak dengan insufisiensi vitamin D datang ke ruang gawat darurat dan dirawat dengan eksaserbasi asma. Hal yang sama juga terjadi pada 32 persen anak dengan kadar vitamin D tingkat yang cukup/sedang

Ketika para peneliti mempertimbangkan faktor-faktor lain termasuk tingkat keparahan asma di awal penelitian tersebut, berat badan dan penghasilan keluarga mereka, ternyata kekurangan vitamin D itu sendiri terkait dengan peningkatan resiko 50 persen pada serangan asma yang parah .

Orang dianggap memiliki kadar vitamin D dalam darah kurang dari 11 nanogram per milliliter ( ng / mL ) disebut defisiensi vitamin D, tetapi ada perdebatan tentang bagaimana mendefinisikan kadar vitamin D yang optimal dan apa yang direkomendasikan untuk asupan vitamin harian untuk anak dan orang dewasa. Beberapa ahli percaya bahwa kadar vitamin D di atas 30 ng / mL merupakan hal yang optimal untuk kesehatan secara keseluruhan dan kadar antara 11-30 ng / mL harus dinilai sebagai insufisiensi vitamin D. Pada studi mereka, Litongua dkk menganggap anak dengan kadar vitamin D 30 ng / mL atau kurang sebagai insufisiensi vitamin D.

Para peneliti mendapatkan bahwa 1.024 anak yang menderita asma ringan sampai sedang, diujikan dua obat asma inhaler yaitu budesonide dan nedocromil. Dengan menggunakan sampel darah yang diambil pada awal penelitian, Litongua dkk menemukan bahwa 35 persen dari anak-anak dengan insufisiensi vitamin D dan 65 persen anak yang memiliki kadar vitamin D yang cukup .

Secara keseluruhan, para peneliti tidak menemukan bukti bahwa kadar vitamin D yang cukup akan melindungi anak dari gejala asma sedang/moderate. Pada kenyataannya, anak-anak dengan kadar vitamin yang kurang lebih sedikit dilaporkan adanya gejala asma yang sedang/moderate. Namun, anak-anak tersebut lebih berisiko terhadap serangan asma yang parah/severe. Sementara temuan menunjukkan hubungan antara kadar vitamin D dan eksaserbasi asma, mereka tidak membuktikan bahwa vitamin D yang bertanggung jawab atau dengan kata lain tidak dapat di buktikan dengan asupan vitamin D akan mampu mencegah eksaserbasi asma.

Secara biologis, masuk akal kalau vitamin D akan mempengaruhi tingkat keparahan serangan asma, menurut Litongua dkk vitamin D banyak diketahui peranannya dalam membangun dan melihara tulang untuk tetap sehat, tetapi juga dibutuhkan saraf yang normal, otot dan fungsi sistem kekebalan tubuh . Beberapa penelitian telah menghubungkan rendahnya kadar vitamin D dengan resiko DM tipe 1 atau " insulin -dependent " lebih tinggi pada anak-anak dan orang dewasa.

Efek vitamin D pada sistem kekebalan tubuh meliputi respon inflamasi terhadap infeksi, mungkin dapat membantu menjelaskan mengapa kadar vitamin D yang lebih tinggi berhubungan dengan resiko lebih rendah terjadinya eksaserbasi asma yang parah. Menurut Litongua dkk, mungkin vitamin D akan meningkatkan efek hormon steroid anti inflamasi baik yang merupakan pasokan alami dalam tubuh maupun kortikosteroid sintetis yang digunakan untuk mengobati asma .

Dalam studi ini, terdapat hubungan yang menguntungkan antara vitamin D dan serangan asma terutama terlihat pada anak-anak dengan obat budesonide. American Academy of Pediatrics merekomendasikan bahwa bayi, anak dan remaja untuk mendapatkan 400 IU vitamin D setiap hari . Susu sereal dan jus jeruk diperkaya dengan vitamin yang merupakan sumber utama dan beberapa lemak ikan secara alami mengandung vitamin D dalam jumlah tinggi. Para ahli merekomendasikan pil vitamin untuk anak-anak yang tidak mendapatkan cukup vitamin dari makanan.

Vitamin D secara alami disintesis dalam kulit ketika terkena sinar matahari, tetapi pada musim dingin yang panjang dan sering menghindari sinar matahari di musim panas berarti akan banyak anak yang tidak mendapatkan cukup vitamin D dengan cara ini. Sebagai tambahan, vitamin D sintetik kurang efisien pada orang dengan kulit lebih gelap dan ras Amerika-Afrika lebih beresiko defisiensi vitamin D dibandingkan ras kulit putih.Kegemukan pada anak dan orang dewasa juga lebih berisiko tinggi defisiensi vitamin D karena banyak disimpan dalam lemak tubuh sehingga vitamin kurang aktif didalam darah.

#2: Relaksasi Otot Secara Keseluruhan

Kamis, 24 Juni 2010


Latihan ini akan membantu rileks semua otot di dalam tubuh dan juga akan mengajari dan menunjukkan cara untuk meringankan stres itu. Tujuan dari latihan ini adalah melepas ketegangan dan kemudian benar-benar melepaskan tekanan pada otot yang berbeda. Dengan cara ini, akan semakin mencapai relaksasi yang lebih mendalam.

1. Mulailah dengan mengangkat alis setinggi mungkin, rasakan ketegangan pada otot sekitar alis Tahan ketegangan otot tersebut sesaat, tunggu dan sekarang rileks serta rasakan ketegangan mengalir keluar. Sekarang meremas mata dengan menutup dengan sekuat mungkin. Tahan ketegangan itu,tunggu dan sekarang kelopak mata terasa rileks dan lepas dari ketegangan.

2. Katupkan gigi sekuat mungkin. Rasakan ketegangan pada otot sekitar rahang, tunggu dan sekarang lemaskan rahang

3. Remaslah seluruh wajah seakan-akan menjadi suatu simpul dan tahan dulu, tunggu dan rasakan ketegangan tersebut terasa saat menekan mata, mulut dan hidung secara bersamaan. Kemudian lepaskan dan rasakan betapa longgar dan santai di seluruh wilayah wajah.

4. Dekatkan dagu secara perlahan ke arah dada, rasakan ketegangan di leher dan rahang, tunggu dan biarkan ketegangan tersebut. Sekarang lepaskan dan rasakan relaksasi mengalir masuk

5. Angkat bahu dengan cara menarik ke atas setinggi mungkin, rasakan ketegangan di leher dan bahu tunggu dan sekarang rasakan rileks dan lega.

6. Buatlah tangan kanan menjadi menjadi tinju yang kuat dan mengangkat tangan kanan setinggi bahu dan bentangkan seperti mendorong. Rasakan ketegangan pada kepalan tangan, tunggu dan sekarang, biarkan lengan perlahan-lahan jatuh ke sisi tubuh. Begitu pula lakukan hal yang sama pada tangan kiri.

7. Buatlah kepalan erat dengan kedua tangan dan diangkat kedua lengan setinggi bahu. Bentangkan kedepan dan biarkan ketegangan yang ada, tunggu kemudian biarkan lengan kembali ke samping tubuh dan rileks.

8. Kencangkan otot perut secara kuat, sekuat mungkin dan biarkan ketegangan tersebut, tunggu. dan sekarang rileks.

9. Angkat kaki kanan, menegangkan otot paha dan betis dan menarik jari-jari kaki. Rasakan peregangan di bagian belakang kaki, tunggu dan rasakan ketegangan tersebut. Sekarang, biarkan kaki perlahan kembali dan rileks. Lakukan hal yang sama pada kaki kiri.

10. Angkat kedua kaki secara bersama-sama dan kencangkan otot betis dan paha, rasakan ketegangan tersebut, tunggu dan sekarang kaki kembali ke posisi semula dan rileks. Rasakan perasaan lega.

Ambil waktu beberapa saat untuk memeriksa otot-otot di seluruh tubuh. Periksa kepala, leher, bahu, lengan, dada, perut dan kaki. Jika masih merasa ketegangan otot dibagian mana saja, ulangi kembali latihan-latihan tersebut.

Rasakan ketenangan yang ada dan lepaskan semua ketegangan pada otot. Ambil napas penuh dalam-dalam, tahan sebentar dan kemudian biarkan udara keluar; kecemasan dan ketegangan yang masih tersisa mengalir keluar lalu menghilang.

Sekarang rasa rileks dan santai akan terasa. Bukalah mata dan regangkan lengan dan kaki, Bangun bila sudah merasa siap.

Sering merasa cemas dan tegang? Ayo latihan pernafasan,…........#1. Pernapasan Dalam

Selasa, 22 Juni 2010


Pernafasan dalam adalah kunci dari relaksasi. Latihan ini akan menunjukkan bagaimana bernapas dengan cara memperlambat laju aktivitas seluruh tubuh dan itu akan mendorong relaksasi secara umum. Bernapas harus dilakukan dengan otot perut dan membiarkan perut pergi sejauh mungkin saat menarik napas. Dengan cara ini, udara akan memenuhi paru-paru lebih utuh. Meletakkan tangan di perut dan saat menarik napas dalam-dalam, rasakan perut mengembang seolah-olah sedang diisi oleh balon. Sekarang, biarkan udara keluar dan rasakana perut kembali ke posisi normal. Ketika melakukan latihan, lakukan jeda pada akhir setiap pernafasan sampai merasa siap untuk mengambil napas panjang berikutnya. Untuk dapat mencapai relaksasi lebih besar bisa dengan menutup mata saat bernafas dalam-dalam dan membiarkan pikiran fokus pada situasi yang tenang, atau hal lain yang memberi perasaan mental yang tenang.

Sekarang, mari kita lakukan latihan ini. Tutuplah mata, bernapas dalam-dalam dan membiarkan perut mengembang sampai paru-paru telah diisi. Sekarang, berhenti sejenak dan lalu buang napas sampai mengosongkan paru-paru. Jeda sejenak. Sekarang, ambil napas dalam-dalam dalam, mengisi paru-paru dari bawah. Tunggu sebentar ... dan sekarang rasakan aliran udara keluar, pusatkan pikiran pada hal yang tenang. Menjaga kecepatan biasa lagi bernapas dalam-dalam ... terus sebentar ... sekarang nafas lembut, biarkan ketegangan keluar dari tubuh. Sekali lagi bernapas dalam, berhenti sejenak ... Sekarang bernapas lembut rasakan relaksasi secara mendalam. Sekarang, berhenti sejenak dan lalu buang napas sampai mengosongkan paru-paru. Jeda sejenak. Sekarang, ambil napas dalam-dalam yang mengisi paru-paru dari bawah. Tunggu sebentar ... dan sekarang rasakan aliran udara keluar, pusatkan pikiran pada hal yang tenang. Menjaga kecepatan nafas, kemudian bernapas dalam-dalam ... terus sebentar ... sekarang nafas lembut, biarkan ketegangan keluar dari tubuh. Sekali lagi bernapas dalam ... berhenti sejenak ... Sekarang napas lembut rasakan relaksasi yang mendalam.

Latihan ini berakhir. Teknik pernapasan ini dapat dilakukan setiap saat dan di mana saja. Hal ini terutama bermanfaat dalam situasi di mana Anda merasa tegang atau khawatir.

Tahun 2010 sebagai The Year of the Lung,…

Selasa, 01 Juni 2010

Pada tanggal 28 Mei 2010 di Paris, Francis, The International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (Union) menyatakan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang diperingati pada tanggal 31 Mei 2010 sebagai titik kritis tahun kampanye The Year of the Lung 2010. Setiap tahun ratusan juta orang berjuang untuk hidup akibat penyakit paru seperti tuberkulosis, asma, pneumonia, influenza, kanker paru dan PPOK dan lebih dari 10 juta nya meninggal. Penyakit pernapasan kronis menyebabkan sekitar 7% dari semua kematian di seluruh dunia dan merupakan 4% dari beban penyakit secara global. Penyakit paru menimpa orang di setiap negara dan setiap kelompok sosial-ekonomi, tetapi sering terjadi oleh karena kemiskinan, usia tua, muda dan orang dengan daya tahan tubuh yang yang lemah. Belum lagi adanya suatu sinergis penyakit yang mematikan antara tuberkulosis dan HIV/AIDS, influenza dan asma, PPOK dan kanker paru.

Beberapa penyakit paru sesekali ditemukan di negara-negara industri, seperti asma, PPOK dan kanker paru, ternyata kini masalah utama di negara-negara dengan pendapatan yang rendah dan menengah yang akan meningkatkan kunjungan di sarana pelayanan kesehatan. Biaya pengobatan dan perawatan penyakit paru mencapai hingga miliaran dolar setiap tahun dan mengakibatkan berkurangnya produktivitas kerja. Namun peranan publik dan komitmen politik belum cukup mendukung kondisi-kondisi tersebut untuk bisa membawa perubahan yang lebih baik lagi. Napas dan kehidupan merupakan hal yang fundamental, namun bukti menunjukkan bahwa kesehatan paru belum cukup mendapat perhatian di masyarakat,Misalnya beberapa fakta berikut ini :

• Penggunaan dan distribusi tembakau yang tidak terkontrol, meskipun telah membunuh lebih dari 5 juta orang setiap tahunnya, termasuk 1,3 juta yang meninggal karena kanker paru dan telah mempengaruhi kesehatan ratusan ribu orang lain yang terkena dampaknya
• Tidak ada obat baru telah dikembangkan untuk tuberculosis(TB) pada 5 dekade terakhir dan vaksin telah hampir satu abad.Terdapat lebih dari 9 juta kasus baru di tahun 2007 dan penyakit yang sesungguhnya dapat disembuhkan ini telah membunuh 1,7 juta orang tiap tahunnya
• Pneumonia membunuh lebih dari 2 juta anak di bawah 5 tahun masing-masing, satu anak setiap 15 detik. Padahal pneumonia dapat diobati secara efektif dengan biaya yang tidak mahal.
• Kematian akibat asma terjadi pada 250 ribu orang setiap tahunnya dan sebagian besar diakibatkan karena kurangnya perawatan yang tepat.
• PPOK yang akan menjadi penyebab utama kematian ke-3 di seluruh dunia di tahun 2020, namun sering tidak didiagnosis
• 250 ribu sampai 500 ribu orang meninggal setiap tahunnya di dunia akibat flu musiman
• Hampir setengah dari jumlah penduduk dunia hidup di daerah dengan kualitas udara buruk. Alat untuk mendeteksi gangguan paru secara dini seperti spirometri belum tersedia atau bilapun tersedia belum digunakan secara optimal sehingga untuk mendeteksi gangguan paru secara dini menjadi sebuah tantangan.

Ratusan juta orang diseluruh dunia menderita dan diobati akibat penyakit paru kronis yang sesungguhnya bisa di cegah dan diobati efektif dengan biaya yang tidak mahal. Selama ini kesehatan paru dan respirasi sering diabaikan dalam wacana publik, sehingga merupakan suatu urgensi untuk meningkatkan kesadaran dan mengambil langkah-langkah kongkrit untuk tetap menjaga kesehatan paru dan respirasi. Pada tanggal 6 Desember 2009 di Cancun Mexico, Forum of International Respiratory Societies (FIRS), mengadakan pertemuan internasional (The 40th Union World Conference on Lung Health),yang dihadiri oleh organisasi-organisasi kesehatan pemerhati kesehatan paru dan respirasi sebegai rekan dan pendukung yaitu Asociacion Latinoamericana del Thorax (ALAT), American College of Chest Physicians (ACCP), American Thoracic Society (ATS), Asia Pacific Society of Respirology (APSR), European Respiratory Society (ERS), International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (The Union), dan Pan African Thoracic Society (PATS).Pada pertemuan ini, dinyatakan bahwa tahun ini sebagai The Year of the Lung 2010.

Tujuan dari kampanye The Year of the Lung ini adalah
1. Meningkatkan kesadaran akan kesehatan paru dan respirasi dan memulai tindakan langsung pada masyarakat di seluruh dunia dan advokasi kebijakan untuk memerangi penyakit ini
2. Memperkuat kebutuhan yang menyediakan sumber daya untuk kegiatan penelitian dasar dan klinis yang diharapkan akan mampu meningkatkan perawatan dan kualitas hidup penderita.
3. Menyampaikan pesan bahwa sebagian besar penyakit paru dan respirasi dapat diobati tetapi tindakan pencegahan akan jauh lebih efektif.
4. Menyampaikan pesan bahwa udara di dalam ruangan ataupun udara diluar ruangan harus bersih. Hal itu merupakan hak asasi manusia dan harus diakui seperti itu.

Sehingga pada kampanye The Year of the Lung diambil langkah-langkah sebagai berikut

• Memberikan dukungan luas kepada lebih dari 160 negara yang telah meratifikasi perjanjian Konvensi Internasional Pengendalian Tembakau WHO (WHO Framework Convention on Tobacco Control) dan menyerukan negara-negara yang belum meratifikasi untuk segaera melakukannya.
• Meningkatkan permintaan dana penelitian untuk mengembangkan alat dan perawatan mulai dari alat diagnosa baru, vaksin dan obat-obatan
• Memperkuat sistem kesehatan dan distribusi sumber daya perawatan kesehatan yang merata untuk semua yang membutuhkan
• Melakukan pendekatan-pendekatan untuk memperbaiki undang-undang yang melindungi kualitas udara
• Memastikan bahwa setiap petugas kesehatan, orang tua, anak, guru, pekerja, pemimpin agama, tokoh masyarakat, perwakilan media dan pemerintah betul-betul memahami risiko dan gejala penyakit paru dan bagaimana menjaga paru tetap sehat.


Referensi:

American College of Chest Physicians. 2010 : The Year of the Lung, available from http://www.chestnet.org/accp/2010-year-lung

American Thoracic Society. Year of the Lung, available from http://www.thoracic.org/global-health/yol/index.php

Asian Pacific Society of Respirology. Year of the Lung, available from http://www.apsresp.org/archive/yotl2010/yotl2010.html#a

Asociación Latinoamericana de Tórax. The Year of the Lung Declaration, available from http://www.alatorax.org/index.php?option=com_content&view=article&id=250%3Adeclaracion-2010-ano-del-pulmon&catid=78%3Adeclaratorias-2010&Itemid=131&lang=es

European Respiratory Society.Year of the Lung : Campaign Update, available from http://dev.ersnet.org/uploads/Document/ef/WEB_CHEMIN_6656_1272965917.pdf

International Union Against Tuberculosis and Lung Disease.World No Tobacco Day is a Critical Point in the “Year of the Lung”, available from http://www.theunion.org/news/world-no-tobacco-day-is-a-critical-point-in-the-year-of-the-lung.html

Pan Africa Thoracic Society. Year of the Lung 2010, available from http://www.africanthoracic.org/news/general.htm

The Year of the Lung Declaration, available from http://www.2010yearofthelung.org/1363-2010yearofthelungdeclaration.htm

World Health Organization.World Health Statistics 2010, available from http://www.who.int/whosis/whostat/2010/en/index.html






Saatnya Kita Lindungi Anak dan Perempuan dari Bahaya Rokok/Tembakau

Senin, 31 Mei 2010


Memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia 31 Mei 2010,…
Penggunaan rokok/tembakau merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia. Saat ini diperkirakan ada lebih dari satu milyar perokok di dunia. Secara global, penggunaan produk tembakau memang meningkat, meskipun terjadi penurunan di negara-negara maju. Hampir setengah dari anak-anak di dunia menghirup udara tercemar asap rokok/tembakau. epidemi saat ini beralih ke negara berkembang. Lebih dari 80% dari perokok di dunia tinggal di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Dalam setahun rata-rata satu orang meninggal setiap enam detik dan menjadi satu dari 10 kematian orang dewasa di seluruh dunia. Tembakau membunuh sampai setengah dari semua penggunanya dan menjadi faktor risiko untuk enam dari delapan penyebab utama kematian di dunia. Jika kecenderungan ini terus berlangsung, maka diperkirakan akan ada satu miliar kematian pada abad ke-21 akibat penggunaan tembakau. Kematian terkait tembakau akan meningkat menjadi lebih dari delapan juta per tahun pada tahun 2030 dan 80% dari kematian akan terjadi di negara berkembang

Tingginya populasi dan konsumsi rokok menempatkan Indonesia menduduki urutan ke-5 konsumsi tembakau tertinggi di dunia setelah China, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang dengan konsumsi 220 milyar batang pada tahun 2005. Padahal rokok/tembakau dapat menyebabkan berbagai penyakit tidak menular seperti jantung dan gangguan pembuluh darah, stroke, kanker paru, dan kanker mulut. Di samping itu, rokok juga menyebabkan penurunan kesuburan, peningkatan insidens hamil diluar kandungan, pertumbuhan janin (fisik dan IQ) yang melambat, kejang pada kehamilan, gangguan imunitas bayi dan peningkatan kematian perinatal. Rokok mengandung lebih dari empat ribu bahan kimia, termasuk 43 bahan penyebab kanker yang telah diketahui, sehingga lingkungan yang terpajan dengan asap rokok/tembakau juga dapat menyebabkan bahaya kesehatan yang serius.Di masa mendatang masalah kesehatan akibat rokok di Indonesia semakin berat karena 2 diantara 3 orang laki-laki adalah perokok aktif. Lebih bahaya lagi karena 85,4% perokok aktif merokok dalam rumah bersama anggota keluarga sehingga mengancam keselamatan kesehatan lingkungan. Selain itu, 50 persen orang Indonesia kurang aktivitas fisik dan 4,6 persen mengkonsumsi alkohol. Lebih 43 juta anak Indonesia serumah dengan perokok dan terpapar asap tembakau. Padahal anak-anak yang terpajan asap rokok/tembakau dapat mengalami pertumbuhan paru yang lambat, lebih mudah terkena bronkitis dan infeksi saluran pernapasan dan telinga serta asma. ”Kesehatan yang buruk di usia dini menyebabkan kesehatan yang buruk di saat dewasa”.

Industri tembakau secara terus menerus dan agresif mencari pengguna baru untuk menggantikan mereka yang berhenti dan pengguna saat ini yang hingga setengahnya nanti akan mati prematur akibat kanker, serangan jantung, stroke, PPOK dan penyakit lainnya yang terkait dengan penggunaan tembakau. Sasaran untuk memperbanyak penggunaan tembakau saat ini adalah kalangan perempuan. Itu karena saat ini perempuan yang merokok atau pengguna tembakau lebih sedikit daripada laki-laki. Hanya sekitar 9% dari perempuan merokok, dibandingkan dengan 40% laki-laki. Dari sekitar satu milyar perokok di dunia, hanya sekitar 200 juta adalah perempuan. Sehingga merupakan kesempatan besar untuk menargetkan pemasaran tembakau di kalangan perempuan. Epidemi penggunaan tembakau adalah menurun lambat di beberapa negara dan penggunaan dikalangan perempuan di beberapa negara makin meningkat. Di beberapa negara, anak perempuan lebih banyak yang merokok daripada anak laki-laki. Remaja yang merokok kemungkinan untuk menjadi perokok berat di masa dewasa.

Lebih dari lima juta orang meninggal setiap tahun oleh karena penggunaan tembakau dan sekitar 1,5 juta nya adalah perempuan. Jika tidak segera diambil tindakan, penggunaan tembakau dapat membunuh lebih dari delapan juta orang pada tahun 2030 dan 2,5 juta nya adalah perempuan. Sekitar tiga perempat dari kematian perempuan akan terjadi pada negara dengan pendapatan yang rendah. Di beberapa negara, ancaman yang lebih besar pada perempuan adalah dari pajanan asap dari orang lain, khususnya laki-laki. Misalnya di China, dimana sepertiga dari populasi perokok dewasa di dunia. Hampir seluruhnya laki-laki dan hanya kurang dari 3% adalah perempuan. Namun lebih dari separuh wanita usia reproduksi Cina secara teratur terpajan asap rokok/tembakau dari pihak lain. Di seluruh dunia, dari sekitar 430 ribu kematian setiap tahun orang dewasa disebabkan oleh pajanan asap rokok/tembakau, sekitar 64% terjadi pada perempuan.

Untuk menggugah perhatian masyarakat dunia terhadap bahaya rokok/tembakau, sejak tahun 1988 diselenggarakan peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia setiap tanggal 31 Mei dan pada peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun 2010 ini ditetapkan tema ”Gender and Tobacco with an Emphasis on Marketing to Women”. Tema ini berkaitan dengan upaya global dalam mengendalikan jumlah perokok terutama kelompok berisiko yaitu anak-anak dan perempuana dari bahaya asap rokok/tembakau. Sedangkan di Indonesia, temanya adalah “Gender dan Rokok dengan penekanan pemasaran pada perempuan”. Selain tema, juga ditetapkan slogan “ Saatnya kita lindungi anak dan perempuan dari bahaya rokok”. Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2010 berfokus pada kerugian pemasaran dan pajanan asap rokok/tembakau pada perempuan. Pada saat yang sama juga berusaha mengingatkan untuk tidak merokok di sekitar perempuan di rumah, di tempat kerja atau dimana saja. Sesungguhnya semua orang baik perempuan atau laki-laki harus dilindungi dari pemasaran industri tembakau dan pajanan asap rokok/tembakau, Banyak negara tidak melakukan upaya untuk melindungi rakyat mereka dari pajanan asap rokok/tembakau dari pihak lain. Banyak perempuan tidak tahu tentang kerugian yang diakibatkan pajanan asap rokok/tembakau atau merasa seolah-olah mereka tidak punya hak untuk mengeluh. Di banyak negara, perempuan tidak berdaya untuk melindungi diri mereka sendiri dan anak-anak mereka dari pajanan asap rokok/tembakau. Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa di Cina, di mana sebagian besar perokok adalah laki-laki dewasa dan lebih dari separuh wanita usia reproduksi secara teratur terpajan asap rokok/tembakau yang menempatkan diri mereka sendiri dan bayi yang belum lahir menjadi beresiko terkena penyakit.

WHO juga akan mendorong pemerintah untuk memberikan perhatian khusus untuk melindungi perempuan dari perusahaan industri tembakau “untuk memikat mereka pada ketergantungan nikotin”. sehingga pemerintah dapat mengurangi jumlah korban serangan jantung, stroke, kanker dan penyakit pernafasan yang telah menjadi semakin umum di kalangan perempuan. Pengendalian epidemi tembakau di kalangan perempuan merupakan bagian penting dari setiap strategi pengendalian tembakau secara komprehensif. Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun 2010 dirancang untuk memberi perhatian khusus terhadap efek berbahaya dari pemasaran tembakau terhadap perempuan dan anak. Hal ini juga akan menyoroti kebutuhan bagi hampir 170 pihak pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) WHO untuk melarang semua iklan rokok, promosi dan sponsor sesuai dengan konstitusi atau prinsip-prinsip konstitusional.
Sayangnya hanya kurang dari 9% dari negara-negara di dunia melakukan pelarangan iklan atau promosi rokok secara komprehensif dan hanya sekitar 5,4% yang dilindungi oleh undang-undang. Pengendalian epidemi tembakau di kalangan perempuan merupakan bagian penting dari setiap strategi pengendalian tembakau. Direktur Jenderal WHO Margaret Chan mengatakan, "Melindungi dan meningkatkan kesehatan perempuan sangat penting untuk kesehatan dan pembangunan, tidak hanya untuk saat ini tetapi juga untuk generasi mendatang".

Referensi :

Centers for Disease Control and Prevention: Smoking and Tobacco Use. Available from http://www.cdc.gov/tobacco/basic_information/index.htm

Framework Convention Alliance : World No Tobacco Day targets women Available from http://www.fctc.org/index.php?option=com_content&view=article&id=337:world-no-tobacco-day-targets-women&catid=235:advertising-promotion-and-sponsorship&Itemid=239

Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI :Saatnya Melindungi Perempuan darin Bahaya Rokok. Available from http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1090-saatnya-melindungi-perempuan-dari-bahaya-rokok.html

Tobacco Control Resource Centre, available from http://www.tobacco-control.org/

World Health Organization: Tobacco Free Initiative. Available from http://www.who.int/tobacco/en/

World Health Organization : World No Tobacco Day 2010 focuses on the marketing of tobacco to women available from http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2010/women_tobacco_20100528/en/index.html

WHO Report on the Global Tobacco Epidemic, 2009: Implementing smoke-free environments. Available from http://www.who.int/tobacco/mpower/2009/en/index.html











Gangguan Pernafasan pada Lanjut Usia

Jumat, 28 Mei 2010


Pada tahun 2010 jumlah warga lanjut usia (lansia) di Indonesia akan mencapai 19.079.800 jiwa (BAPPENAS, BPS, UNFPA. 2005); pada tahun 2014 akan berjumlah 22.232.200 jiwa atau 9,6% dari total penduduk dan pada tahun 2025 akan meningkat sampai 414% dibandingkan tahun 1990 (WHO, 2000). Sebagai akibatnya akan terjadi transisi demografi dan transisi epidemiologi karena jumlah pasien lansia yang meningkat. Karakteristik pasien lanjut usia adalah multipatologi (satu pasien terdapat lebih dari satu penyakit yang umumnya penyakit bersifat kronik degeneratif), menurunnya daya cadangan fungsional menyebabkan pasien lansia amat mudah jatuh dalam kondisi gagal pulih, terjadi perubahan gejala dan tanda penyakit dari yang klasik, terganggunya kemampuan pasien lansia untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari dan sering terdapat gangguan nutrisi, gizi kurang atau gizi buruk.
Pertambahan usia dapat mengurangi semua kapasitas dari fungsi paru. Terdapat beberapa perubahan pada sistem pernafasan yang terjadi seiring dengan penambahan usia yaitu
(1) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, volume udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan dangkal
(2) Penurunan aktivitas silia yang menyebabkan berkurangnya reflek batuk sehingga berpotensi terjadi penumpukan sekret
(3) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang yang menyebabkan terganggunya proses difusi
(4) Penurunan oksigen (O2) arteri yang mengganggu proses oksigenasi dan transport O2 ke jaringan
(5)Terjadi penurunan kemampuan reaksi sistem saraf pusat, baik anatomis, mekanik dan fungsional.
Perubahan status fungsional lansia seperti gangguan makan, ketidakmandirian toileting dan immobilitas merupakan suatu penyebab terjadinya infeksi. Lansia sangat rentan terhadap berbagai kondisi akut akibat gangguan kesehatan, diantaranya adalah infeksi saluran pernafasan yang merupakan penyebab kematian tertinggi dan penyebab penurunan kualitas hidup yang paling bermakna. Rentannya lansia terhadap infeksi disebabkan karena menurunnya fungsi kekebalan tubuh yang mengakibatkan respon pertahanan tubuh terhadap infeksi menjadi berkurang. Dampak yang diakibatkan meliputi masa rawat yang lebih panjang, biaya rawat yang lebih besar serta sering timbulnya komplikasi berat sehingga menimbulkan penurunan kualitas hidup. Infeksi saluran nafas atas dan influenza malah sering berlanjut menjadi pneumonia yang gejala dan tanda pneumonia pada lansia sering tidak khas yang menyebabkan keterlambatan diagnosis, belum lagi meningkatnya resistensi mikroba terhadap antibiotika.

*** Not only add years to life, but also life to years ***
Jangan hanya menambah tahun pada kehidupan, tetapi juga menambah kehidupan pada tahun-tahun tersebut
(dalam rangka memperingati Hari Lansia Nasional, 29 Mei 2010)

Referensi
Burn R, Nichols LO, Martindale-Adams J, Graney MJ. 2000. Interdisciplinary geriatric primary care evaluation and management: two years outcomes. J Am Geriatr Soc;48:8-13.

Falsey, Hennessey RN, Formica MA, et al. 2005. Respiratory Syncitial Virus Infection in elderly and high risk adults. N Engl J Med;352:1749-59.

Geffen L, MBChB, MCFP(SA) SA Fam Pract.2006. Common upper respiratory tract problems in the elderly – A guide to clinical diagnosis and prudent prescription:48(5) p.20-23.

Ross, K. M.D., Ph.D. 25 februari 2010 Aging and the Respiratory System http://www.asahq.org/clinical/geriatrics/aging.htm. Brian.Associate Professor of Anesthesiology University of Washington, Seattle, WA 98195






Terbang Tanpa Tertular Penyakit

Sabtu, 22 Mei 2010


Badan nyeri, sakit kepala,kaki pegal dan flu pun kerap terasa saat penerbangan berakhir. Menurut para ahli medis, banyak faktor yang bisa menjadi pemicu. Salah satu yang menjadi perhatian adalah faktor kelembaban di dalam kabin pesawat yang rendah yang terjadi di ketinggian 30-35 ribu kaki. Pada kondisi tersebut kelembaban biasanya berkisar 10% atau lebih rendah. Pada tingkat kelembaban yang rendah, sistem ketahanan alami lendir pada hidung maupun tenggorokan langsung mengering yang membuat tubuh lebih toleran terhadap kuman.Oleh karena itu mengkonsumsi minuman panas merupakan cara yang tepat untuk melindungi kerja mukus pada hidung. Air panas memberikan kelembaban dalam bentuk uap. Kekeringan pada hidung dan tenggorokan ini harus diimbangi dengan konsumsi air yang banyak karena kondisi ini tidak hanya bisa memicu dehidrasi tetapi juga bisa membuat sakit kepala, gangguan lambung dan pernafasan, kram dan rasa lelah.
Sebuah studi yang dipaparkan dalam Journal of Environmental Health Research mengungkapkan bahwa orang memiliki kemungkinan 100 kali lebih terserang flu ketika berada didalam pesawat terbang. Studi ini sebenarnya lebih memfokuskan pada tingginya potensi perpindahan kuman antar penumpang karena udara yang sama dihirup oleh ratusan penumpang. Selain itu kontaminasi kuman pada tangan bisa menyebabkan timbulnya penyakit.
Selain faktor kelembaban dan tekanan udara dalam kabin pesawat, gangguan tersebut bisa disebabkan oleh kualitas tidur yang kurang baik, stress karena antrean panjang di tempat check in serta penundaan atau keterlambatan jadwal penerbangan. Belum lagi rasa tidak nyaman karena duduk terlalu lama, guncangan atau kebisingan mesin pesawat. Malahan asap mesin yang sewaktu-waktu masuk kedalam kabin.
Berikut ini adalah hal-hal yang bisa dilakukan saat penerbangan
1. Minum air yang cukup
Konsumsi air secara regular atau sedikit demi sedikit selama perjalanan lebih efektif daripada meneguk air dalam jumlah banyak tetapi hanya sekali selama perjalanan.Hindari yang mengandung kafein dan soda

2. Menjaga kebersihan tangan
Mencuci tangan dengan sabun atau dengan cairan antiseptik adalah suatu cara untuk mencegah perpindahan kuman berbahaya. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan.

3. Gunakan tisu
Di toilet sebaiknya gunakan tisu untuk menutupi kloset atau saat membuka pintu toilet karena disanalah tempat berkumpulnya kuman-kuman yang bisa mengendap di kulit

4. Kumur-kumur
Dengan cairan antibakterial selama penerbangan maupun setelahnya. Cairan ini mampu menjaga kelembaban mulut dan tenggorokan.

5. Gunakan masker
Penggunaan masker saat sakit untuk mencegah penularan penyakit dan penggunaan masker juga untuk mencegah tertular penyakit.
Memang kurang nyaman,tetapi lebih aman,…

(Dari berbagai sumber)

7 LANGKAH DALAM DIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT KERJA

Kamis, 20 Mei 2010


Seberapa sering kita mendiagnosa suatu penyakit akibat kerja? Atau mungkin pernahkah kita mendiagnosa penyakit akibat kerja? Seringkah menanyakan riwayat pekerjaan pasien?
Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang mempunyai penyebab spesifik atau asosiasi kuat dengan pekerjaan yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui. Memang bukan hal yang mudah bagi dokter untuk mendiagnosa penyakit akibat kerja, kerena tidak hanya memerlukan suatu pendekatan klinis (individu) saja tetapi juga memerlukan pendekatan epidemiologis (Komunitas) untuk identifikasi hubungan kausal antara pajanan dan penyakit. Keberhasilan identifikasi PAK dibebagai kelompok pekerjaan tergantung dari riwayat pasien secara keseluruhan yang dipertegas dengan pemeriksaan laboratorium (Biomonitoring dan tes klinik), penilaian pajanan lingkungan secara tepat dengan memperhatikan legalitas, etika dan faktor sosioekonomi.Berikut ini 7 langkah dalam diagnosis PAK :

1.Menentukan diagnosis klinis
Untuk menyatakan bahwa suatu penyakit adalah akibat hubungan pekerjaan harus dibuat diagnosis klinis dahulu
2.Menentukan pajanan yang dialami individu tersebut dalam pekerjaan
Identifikasi semua pajanan yang dialami oleh pekerja tersebut.Untuk itu perlu dilakukan anamnesis pekerjaan yang lengkap dan kalau perlu dilakukan pengamatan ditempat kerja dan mengkaji data sekunder yang ada
3.Menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan penyakit
Untuk menentukan adakah hubungan antara pajanan dan penyakit harus berdasarkan evidence yang ada dan dapat dilihat dari bukti yang ada
4.Menentukan apakah pajanan yang dialami cukup besar
Penentuan besarnya pajanan dapat dilakukan secara kuantitatif dengan melihat data pengukuran lingkungan dan masa kerja atau secara kualitatif dengan mengamati cara kerja pekerja
5.Menentukan apakah ada peranan faktor-faktor individu itu sendiri
Hal-hal yang dapat mempercepat terjadinya penyakit akibat kerja atau sebaliknya menurunkan kemungkinan penyakit akibat hubungan kerja seperti faktor genetik atau kebiasaan memakai alat pelindung yang baik
6.Menentukan apakah ada faktor lain diluar pekerjaan
Misalnya Kanker paru dapat disebabkan oleh asbes dan bisa juga disebabkan oleh kebiasaan merokok
7.Menentukan diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Apabila dapat dibuktikan bahwa paling sedikit ada satu faktor pekerjaan yang berperan sebagai penyebab penyakit dapat dikategorikan penyakit akibat kerja.

Sehingga sangat penting bagi dokter untuk menanyakan pekerjaan pasien saat membuat suatu diagnosis klinis dan mengkaji apakah penyakit yang terjadi akibat pajanan dari lingkungan kerja dan kemudian mampu untuk menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.

Referensi
1.Barry S. Levy, David H. Wegman. Occupational Health : Recognizing and Preventing Work Related Disease. Edisi ke-3,2006
2.De Vuyst P, Gevenois PA : Occupational Disesase.Eds WB Saunders, London,2002
3.Direktorat Bina Kesehatan Kerja. Pedoman Tata Laksana Penyakit Akibat Kerja bagi Petugas Kesehatan, Departemen Kesehatan,2008
4.Week,Jl. Gregory R. Wagner, Kathleen M. Rest, Barry S. Levy. A public Health Approach to Preventing Occupational Disesase and Injuries in Preventing Occupational Disease and Injuries. Edisi ke-2, APHA, Washington,2005

HARI ASMA SEDUNIA 2010

Rabu, 05 Mei 2010


Kegiatan Hari Asma Sedunia diselenggarakan di setiap negara oleh para praktisi kesehatan dan anggota masyarakat yang ingin membantu mengurangi beban kesehatan karena asma. Pertama kali kegiatan ini diadakan pada tahun 1998 di Barcelona Spanyol dan dirayakan di lebih 35 negara. Sejak saat itu partisipasi negara-negara kian meningkat dan menjadi salah satu kesadaran terhadap asma paling penting di dunia dan dikegiatan pendidikan. Hari Asma Sedunia dicanangkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA) yang merupakan organisasi kerja sama WHO dengan National Hearth, Lung and Blood Institute Amerika Serikat. Hari Asma Dunia 2010 diselenggarakan pada tanggal 4 Mei 2010 sebagai suatu wujud kemitraan untuk meningkatkan kesadaran tentang asma dan meningkatkan perawatan asma di seluruh dunia. Tema Hari Asma Sedunia kali ini mengambil tema “You Can Control Your Asthma.” Masih seperti tahun sebelumnya, acara masih menitikberatkan pada tema yang telah diperkenalkan Hari Asma Sedunia tahun 2007 yang lebih menekankan pada kontrol asma sesuai dengan panduan terbaru dari GINA.
Tahun ini juga merupakan suatu kampanye global untuk mendorong pemerintah, Departemen Kesehatan dan organisasi kesehatan profesional lainnya untuk meningkatkan kontrol terhadap asma dan mengurangi rawat inap karena asma sebanyak 50% pada tahun 2015. Asma terkontrol adalah tujuan pengobatan dan dapat dicapai pada sebagian besar pasien asma dengan pengelolaan yang baik. Asma dikatakan terkontrol bila :
• Tidak ada (atau minimal) gejala-gejala asma.
• Tidak bangun di malam hari karena asma.
• Tidak ada (atau minimal) penggunaan obat pelega (reliever)
• Kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik dengan normal dan berolahraga
• Normal (atau mendekati normal) hasil uji fungsi paru (PEF dan FEV 1)
• Tidak ada (atau sangat jarang) terjadinya serangan asma
Sebuah strategi untuk mencapai dan mempertahankan asma terkontrol telah diatur pada GINA Strategi Global untuk manajemen Asma dan Pencegahan, yang meliputi 4 komponen yaitu
• Mengembangkan kemitraan dokter-pasien
• Mengidentifikasi dan mengurangi paparan faktor resiko
• Menilai dan memonitor asma
• Mengelola eksaserbasi asma

Saat ini diperkirakan 300 juta penduduk dunia menderita asma, prevalensi penyakit ini pun semakin meningkat dari tahun ketahun baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia dari rangkuman beberapa penelitian tampak terjadi peningkatan prevalensi asma dari 4,2 % menjadi 5,4%. Kota Jakarta memiliki prevalensi asma yang cukup besar yaitu mencapai 7,2%. Dampak asma juga ditunjukan pada penelitian di Amerika Serikat. Penderita asma kehilangan 10.1 juta hari sekolah atau dua kali lebih besar dibandingkan anak yang tidak menerita asma, menyebabkan 12,9 juta kunjungan ke dokter dan perawatan di rumah sakit pada 200.000 penderita per tahun. Survey yang sama juga menunjukan adanya keterbatasan aktivitas pada 30% penderita asma dibandingkan hanya 5% pada yang bukan menderita asma.
Penelitian pada asma dewasa, dikatakan jumlah pekerja yang absen karena asma lebih dari enam hari pertahun mencapai 19,2% pada penderita asma sedang sampai berat, serta 4,4% pada penderita asma ringan. Laporan dari Centers for Disease Control and Prevention di Amerika Serikat melaporkan terdapat sekitar 2 juta penderita asma mengunjungi Unit Gawat Darurat dengan 500.000 penderita diantaranya harus mendapat perawatan di rumah sakit tiap tahunnya. Ditinjau dari segi biaya pengobatan asma bisa dikatakan tidak murah. Di negara maju biaya pengobatan setiap penderita asma berkisar 300-1300 US$ per tahun. Di Amerika Serikat secara keseluruhan mencapai 12 milyar US$ per tahun baik itu biaya langsung seperti biaya dokter, obat dan rumah sakit serta biaya tidak langsung akibat hilangnya produktivitas kerja. Semua beban akibat asma tersebut disebabkan oleh karena asma yang tidak terkontrol sehingga pengobatan asma yang efektif untuk mencapai asma yang terkontrol akan bisa mengembalikan penderita pada kehidupan yang normal dan juga menguntungkan dari segi ekonomis bagi penderita, keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Tujuan utama pengobatan asma adalah mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol. Pada penelitian di beberapa multi center hanya 5% di Eropa Barat dan 2,5% di Asia Pasifik penderita asma yang terkontrol baik. Dari sekian banyak faktor yang menyebabkan kontrol asma yang rendah terdapat dua faktor yang tampaknya memegang andil besar yaitu faktor dokter dan pasien. Dokter terlalu rendah menilai asma dan kemudian meresepkan obat yang tidak adekuat. Obat pengontrol asma seperti kortikosteroid inhalasi sangat rendah pemakaiannya, para dokter lebih suka menggunakan obat pelega dan bahkan obat batuk dan antibiotika yang seharusnya tidak diperlukan. Dilain sisi pasien merasa dirinya sudah terkontrol, apalagi adanya pemahaman “No symptoms No Asthma” menyebabkan pasien hanya berobat kalau ada gejala saja tanpa perlu memakai obat pengontrol.
Saat ini peneliti berupaya untuk menentukan alat ukur yang bisa mewakili kontrol asma secara keseluruhan mulai dari pengukuran salah satu variable sampai pada gabungan beberapa variable sehingga sasaran pengobatan menjadi jelas. Saat ini setidaknya terdapat 5 alat ukur berupa kuisioner baik atau dengan pemeriksaan fungsi paru. Salah satunya adalah Asthma Control Test (ACT) yang di perkenalkan oleh Nathan dkk tahun 2004. Kuisioner ACT ini telah diuji coba di Poliklinik alergi-imunologi klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM dengan hasil keandalan internal 83%, keandalan interklas 92% kesahihan dengan fungsi paru 24%, dan kesahihan dengan penilaian klinis 74% sehingga dapat disimpulkan ACT ini dapat dipakai di masyarakat kita. Manfaat dari asma yang terkontrol dapat menurunkan kunjungan ke Unit Gawat Darurat dan merunkan perawatan di rumah sakit.
Kontrol asma di Indonesia termasuk rendah karena pengetahuan dokter dan masyarakat masih kurang. Terdapat suatu penelitian kalau penggunaan kortikosteroid inhalasi masih kurang di Indonesia dan pemeriksaan fungsi paru hanya 1,5% yang dilakukan secara teratur. Selain kendala pengetahuan, menurut GINA distribusi obat di Indonesia masih belum baik selain ketidakmampuan dan daya beli masyarakat yang tinggi. Perlunya upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang asma kepada petugas kesehatan dan juga pada masyarakat. Bantuan pemerintah dalam memproduksi obat asma yang murah yang terjangkau juga merupakan hal yang penting terutama obat-obat kortikosteroid inhalasi maupun kombinasi kortikosteroid dan agonis beta-2 inhalasi kerja panjang/lama.
Pada Hari Asma Sedunia tahun ini, dingatkan akan pentingnya penatalaksanaan asma yang baik akan mencapai kondisi asma yang terkontrol sehingga kualitas hidup penderita akan meningkat dan akhirnya sejalan dengan program pemerintah untuk mewududkan masyarakat Indonesia yang sehat dan berkualitas.