Smoking is highly addictive, don't start

don't make them breathe your smoke

Smoking when pregnant harms your baby

Smokers die younger
World Health Day 2011 web button

HARI ASMA SEDUNIA 2010

Rabu, 05 Mei 2010


Kegiatan Hari Asma Sedunia diselenggarakan di setiap negara oleh para praktisi kesehatan dan anggota masyarakat yang ingin membantu mengurangi beban kesehatan karena asma. Pertama kali kegiatan ini diadakan pada tahun 1998 di Barcelona Spanyol dan dirayakan di lebih 35 negara. Sejak saat itu partisipasi negara-negara kian meningkat dan menjadi salah satu kesadaran terhadap asma paling penting di dunia dan dikegiatan pendidikan. Hari Asma Sedunia dicanangkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA) yang merupakan organisasi kerja sama WHO dengan National Hearth, Lung and Blood Institute Amerika Serikat. Hari Asma Dunia 2010 diselenggarakan pada tanggal 4 Mei 2010 sebagai suatu wujud kemitraan untuk meningkatkan kesadaran tentang asma dan meningkatkan perawatan asma di seluruh dunia. Tema Hari Asma Sedunia kali ini mengambil tema “You Can Control Your Asthma.” Masih seperti tahun sebelumnya, acara masih menitikberatkan pada tema yang telah diperkenalkan Hari Asma Sedunia tahun 2007 yang lebih menekankan pada kontrol asma sesuai dengan panduan terbaru dari GINA.
Tahun ini juga merupakan suatu kampanye global untuk mendorong pemerintah, Departemen Kesehatan dan organisasi kesehatan profesional lainnya untuk meningkatkan kontrol terhadap asma dan mengurangi rawat inap karena asma sebanyak 50% pada tahun 2015. Asma terkontrol adalah tujuan pengobatan dan dapat dicapai pada sebagian besar pasien asma dengan pengelolaan yang baik. Asma dikatakan terkontrol bila :
• Tidak ada (atau minimal) gejala-gejala asma.
• Tidak bangun di malam hari karena asma.
• Tidak ada (atau minimal) penggunaan obat pelega (reliever)
• Kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik dengan normal dan berolahraga
• Normal (atau mendekati normal) hasil uji fungsi paru (PEF dan FEV 1)
• Tidak ada (atau sangat jarang) terjadinya serangan asma
Sebuah strategi untuk mencapai dan mempertahankan asma terkontrol telah diatur pada GINA Strategi Global untuk manajemen Asma dan Pencegahan, yang meliputi 4 komponen yaitu
• Mengembangkan kemitraan dokter-pasien
• Mengidentifikasi dan mengurangi paparan faktor resiko
• Menilai dan memonitor asma
• Mengelola eksaserbasi asma

Saat ini diperkirakan 300 juta penduduk dunia menderita asma, prevalensi penyakit ini pun semakin meningkat dari tahun ketahun baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia dari rangkuman beberapa penelitian tampak terjadi peningkatan prevalensi asma dari 4,2 % menjadi 5,4%. Kota Jakarta memiliki prevalensi asma yang cukup besar yaitu mencapai 7,2%. Dampak asma juga ditunjukan pada penelitian di Amerika Serikat. Penderita asma kehilangan 10.1 juta hari sekolah atau dua kali lebih besar dibandingkan anak yang tidak menerita asma, menyebabkan 12,9 juta kunjungan ke dokter dan perawatan di rumah sakit pada 200.000 penderita per tahun. Survey yang sama juga menunjukan adanya keterbatasan aktivitas pada 30% penderita asma dibandingkan hanya 5% pada yang bukan menderita asma.
Penelitian pada asma dewasa, dikatakan jumlah pekerja yang absen karena asma lebih dari enam hari pertahun mencapai 19,2% pada penderita asma sedang sampai berat, serta 4,4% pada penderita asma ringan. Laporan dari Centers for Disease Control and Prevention di Amerika Serikat melaporkan terdapat sekitar 2 juta penderita asma mengunjungi Unit Gawat Darurat dengan 500.000 penderita diantaranya harus mendapat perawatan di rumah sakit tiap tahunnya. Ditinjau dari segi biaya pengobatan asma bisa dikatakan tidak murah. Di negara maju biaya pengobatan setiap penderita asma berkisar 300-1300 US$ per tahun. Di Amerika Serikat secara keseluruhan mencapai 12 milyar US$ per tahun baik itu biaya langsung seperti biaya dokter, obat dan rumah sakit serta biaya tidak langsung akibat hilangnya produktivitas kerja. Semua beban akibat asma tersebut disebabkan oleh karena asma yang tidak terkontrol sehingga pengobatan asma yang efektif untuk mencapai asma yang terkontrol akan bisa mengembalikan penderita pada kehidupan yang normal dan juga menguntungkan dari segi ekonomis bagi penderita, keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Tujuan utama pengobatan asma adalah mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol. Pada penelitian di beberapa multi center hanya 5% di Eropa Barat dan 2,5% di Asia Pasifik penderita asma yang terkontrol baik. Dari sekian banyak faktor yang menyebabkan kontrol asma yang rendah terdapat dua faktor yang tampaknya memegang andil besar yaitu faktor dokter dan pasien. Dokter terlalu rendah menilai asma dan kemudian meresepkan obat yang tidak adekuat. Obat pengontrol asma seperti kortikosteroid inhalasi sangat rendah pemakaiannya, para dokter lebih suka menggunakan obat pelega dan bahkan obat batuk dan antibiotika yang seharusnya tidak diperlukan. Dilain sisi pasien merasa dirinya sudah terkontrol, apalagi adanya pemahaman “No symptoms No Asthma” menyebabkan pasien hanya berobat kalau ada gejala saja tanpa perlu memakai obat pengontrol.
Saat ini peneliti berupaya untuk menentukan alat ukur yang bisa mewakili kontrol asma secara keseluruhan mulai dari pengukuran salah satu variable sampai pada gabungan beberapa variable sehingga sasaran pengobatan menjadi jelas. Saat ini setidaknya terdapat 5 alat ukur berupa kuisioner baik atau dengan pemeriksaan fungsi paru. Salah satunya adalah Asthma Control Test (ACT) yang di perkenalkan oleh Nathan dkk tahun 2004. Kuisioner ACT ini telah diuji coba di Poliklinik alergi-imunologi klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM dengan hasil keandalan internal 83%, keandalan interklas 92% kesahihan dengan fungsi paru 24%, dan kesahihan dengan penilaian klinis 74% sehingga dapat disimpulkan ACT ini dapat dipakai di masyarakat kita. Manfaat dari asma yang terkontrol dapat menurunkan kunjungan ke Unit Gawat Darurat dan merunkan perawatan di rumah sakit.
Kontrol asma di Indonesia termasuk rendah karena pengetahuan dokter dan masyarakat masih kurang. Terdapat suatu penelitian kalau penggunaan kortikosteroid inhalasi masih kurang di Indonesia dan pemeriksaan fungsi paru hanya 1,5% yang dilakukan secara teratur. Selain kendala pengetahuan, menurut GINA distribusi obat di Indonesia masih belum baik selain ketidakmampuan dan daya beli masyarakat yang tinggi. Perlunya upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang asma kepada petugas kesehatan dan juga pada masyarakat. Bantuan pemerintah dalam memproduksi obat asma yang murah yang terjangkau juga merupakan hal yang penting terutama obat-obat kortikosteroid inhalasi maupun kombinasi kortikosteroid dan agonis beta-2 inhalasi kerja panjang/lama.
Pada Hari Asma Sedunia tahun ini, dingatkan akan pentingnya penatalaksanaan asma yang baik akan mencapai kondisi asma yang terkontrol sehingga kualitas hidup penderita akan meningkat dan akhirnya sejalan dengan program pemerintah untuk mewududkan masyarakat Indonesia yang sehat dan berkualitas.

0 komentar:

Posting Komentar