Smoking is highly addictive, don't start

don't make them breathe your smoke

Smoking when pregnant harms your baby

Smokers die younger
World Health Day 2011 web button

AMANKAH ROKOK ELEKTRONIK?

Rabu, 29 Desember 2010


Rokok elektronik atau Elecronic Nicotine Delivery Systems (ENDS) dipasarkan sebagai pengganti rokok dan diklaim tidak menimbulkan bau dan asap. Bentuknya seperti batang rokok biasa, tetapi alih-alih membakar daun tembakau, seperti produk rokok konvensional, ENDS membakar cairan menggunakan baterai dan uapnya langsung masuk ke paru-paru pemakai.

WHO pada September 2008 telah menyatakan bahwa mereka tidak menyetujui dan tidak mendukung rokok elektronik dikonsumsi sebagai alat untuk berhenti merokok. Pada 6-7 Mei 2010 lalu, WHO kembali mengadakan pertemuan membahas mengenai peraturan terkait keselamatan ENDS dan menyatakan bahwa produk tersebut belum melalui pengujian yang cukup untuk menentukan apakah aman dikonsumsi.

Suatu studi penelitian dari University California merekomendasikan bahwa rokok elektronik harus dilarang sampai ada kejelasan mengenai keamanan penggunaannya. Penelitian ini telah dipublikasikan pada Tobacco Control Journal yang dirilis pada tanggal 7 Desember 2010. Begitu banyak kontroversi pada perangkat yang dioperasikan dengan baterai tersebut, mengandung nikotin, aroma buatan dan bahan kimia lainnya. Isu ini memanas saat US Food and Drug Administration (FDA) meneliti lima distributor rokok elektronik dan mendapatkan adanya kelemahan dalam pembuatannya di pabrik serta kekeliruan dalam klaim bahwa produk ini bisa membantu untuk berhenti merokok.

Studi ini menemukan adanya kelemahan dalam produk rokok elektronik dan mengenai klaim kesehatannya. Para peneliti mengevaluasi enam merek rokok elektronik yang telah dibeli secara online dan menemukan bahwa:

• Hampir semua cairan yang mengandung nikotin bocor dari cartridge rokok elektronik tersebut
• Perangkat sulit untuk diambil secara terpisah atau diambil bersamaan tanpa tersentuh nikotin di tangan pengguna.
• Pelabelan pada cartridge kurang memuat informasi yang lengkap, kurangnya informasi isi cartridge, tidak ada tanggal kadaluarsa, atau peringatan kesehatan.
• Cartridge yang diklaim tidak memiliki isi nikotin tampak identik dengan yang diklaim memiliki kandungan nikotin yang tinggi, sehingga tidak dapat dibedakan saat dikeluarkan dari kemasan dan pembungkus.
• Semua merek memiliki kandungan nikotin yang meragukan dengan kisaran 6 miligram sampai 24 mg.
• Tidak adanya petunjuk yang jelas apakah berupa selebaran instruksi atau informasi dari situs produk tersebut mengenai instruksi pembuangan yang tepat dari cartridge yang telah digunakan. Cetakan dan materi internet sering mengandung informasi atau klaim yang tidak didukung oleh bukti ilmiah. Misalnya "Dalam waktu dua minggu kapasitas paru-paru anda akan meningkat 30 persen atau “Keriput di kulit anda akan tampak tersamar"

Karena rokok elektronik atau ENDS tidak menghasilkan asap, mereka dipasarkan untuk perokok yang ingin merokok di area bebas asap rokok. Tetapi peneliti menyimpulkan bahwa produk ini tidak boleh dipasarkan setidaknya sampai bisa dibuktikan keamanan penggunaanya. Sehingga disimpulkan, perlu adanya regulasi dan mempertimbangkan menarik produk rokok elektronik (ENDS) ini dari pasar sampai fitur desain, pengendalian pembuangan cartridge, kualitas dan isu-isu keselamatan telah tertangani dengan baik.

Di Indonesia, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengingatkan bahwa rokok elektronik yang telah beredar di beberapa kota adalah produk ilegal dan tidak aman. BPOM telah menerima laporan dari berbagai wilayah antara lain Makasar, Semarang, Lampung, dan Palembang, mengenai beredarnya produk ilegal tersebut. Terkait dengan itu BPOM telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan untuk penertiban. Begitu pula rekomendasi dari organisasi profesi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) melalui konperensi pers nya tanggal 27 Oktober 2010 menyampaikan bahwa rokok elektronik tidak dianjurkan dipakai untuk mengganti rokok yang biasa dan rokok elektronik belum terbukti aman untuk pemakainya

Salah satu produk tersebut yang bernama Rokok Elektrik Surabaya memasarkan dua jenis rokok, yakni berwarna hitam dan hijau. Rokok warna hitam dijual seharga Rp 190 ribu dan warna hijau
seharga Rp 160 ribu.

Perusahaan rokok itu mengklaim telah mendapat sertifikat internasional dan nasional. Namun hal itu dibantah keras oleh BPOM. Produk ini belum didaftarkan di Indonesia. Di banyak negara rokok ini juga beredar secara ilegal. Tidak ada negara yang setuju penggunaan rokok elektronik. China sebagai penemu awal rokok ini, yaitu tahun 2003, selanjutnya justru melarang keberadaan rokok ini sendiri karena dianggap membahayakan kesehatan.

Referensi :

1. American Thoracic Society : US District Court Rules on E-Cigarette, available from http://www.thoracic.org/advocacy/washington-letter/archive/2010/december-10-2010.php
2. American Lung Association : American Lung Association Joins Public Health Advocates to Urge FDA to Pull E-cigarettes from Marketplace, available from http://www.lungusa.org/press-room/press-releases/e-cigarettes-action.html
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia : “Ends” Produk Ilegal Dan Berbahaya Bagi Kesehatan available from http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1165-ends-produk-ilegal-dan-berbahaya-bagi-kesehatan.html
4. Kompas Health : Rokok Elektronik Dilarang Beredar available from http://health.kompas.com/read/2010/08/13/15232629/Rokok.Elektronik.Dilarang.Beredar
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia : Konperensi Pers PDPI available from http:// www.klikpdpi.com
6. World Health Organization : Tobacco-free initiative available from http://www.emro.who.int/rc57/media/pdf/EMRC57INF02en.pdf

Facebook : Pemicu Eksaserbasi Asma?

Rabu, 15 Desember 2010


Stres psikologis merupakan salah satu penyebab yang diakui pada eksaserbasi asma. Pada pasien dengan penyakit asma yang sedang tertekan, terjadi suatu disregulasi parasimpatis atau simpatis, dengan prevalensi vagal, telah diakui menjadi suatu konsekuensi dari pemicu serangan asma.

Facebook adalah situs jejaring sosial yang diluncurkan pada bulan Februari, 2004. Jejaring sosial ini begitu populernya dan hingga saat ini memiliki lebih dari 500 juta pengguna aktif pada bulan Juli 2010, saat ini keberadaan facebook dalam dalam beberapa hal dapat menggantikan hubungan yang nyata, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda. Telah disajikan suatu kasus pada oleh Gennaro D'Amato dkk dari Rumah Sakit A Carderelli di Naples,yang dipublikasikan pada Journal Lancet, volume 376, halaman 1740 tanggal 20 November 2010.

Pada suatu kasus di Italia, dimana seorang pria berumur 18 tahun yang aktif menggunakan Facebook, tampaknya memicu terjadinya serangan eksaserbasi asma. Gejala asma yang dialami selama ini telah dikendalikan dengan kortikosteroid inhalasi (flutikason 250 mg dua kali sehari) dan montelukast 10 mg sekali sehari, Pasien meminum obatnya sepanjang tahun kecuali pada bulan-bulan musim panas, ketika paparan debu tungau rumah (pasien peka terhadap alergen ini), biasanya rendah di Italia. Namun, ternyata gejala asma memburuk dalam bulan-bulan terakhir, dimana pasien harus meminum obat beberapa kali, termasuk di musim panas.

Ibu pasien ini khawatir mengetahui bahwa anaknya tersebut telah diputuskan oleh pacarnya, meninggalkan dia dalam keadaan depresi. Gadis itu telah menghapus anaknya dari dari daftar temannya dan kemudian gadis ini berteman dengan banyak laki-laki muda yang baru. Dengan menggunakan nama yang berbeda/julukan baru di Facebook, pasien ini berhasil menjadi teman gadis ini sekali lagi dan akhirnya dapat melihat fotonya di profil Facebook gadis tersebut. Setiap kali pasien ini mengakses profil gadis tersebut, pasien ini mengalami sesak nafas. Kejadian ini terus terjadi berulang tiap kali mengakses profil facebook gadis tersebut
Akhirnya penderita disarankan untuk mengukur aliran ekspirasi puncak (PEF/Peak Expiratory Flow) sebelum dan setelah login internet dan memang saat mengakses profil gadis tersebut di facebook, nilai-nilai menjadi berkurang dengan variabilitas lebih dari 20%. Bekerjasama dengan seorang psikiater, akhirnya pasien memutuskan untuk tidak untuk login lagi ke Facebook dan serangan asmanyapun kemudian berhenti.

Hubungan temporal dengan onset gejala menunjukkan bahwa login dapat menjadi pemicu dari eksaserbasi asma, di mana hiperventilasi mungkin memainkan peran kunci. Faktor lain seperti faktor lingkungan dan infeksi telah disingkirkan dengan penelusuran riwayat asma secara menyeluruh dan dengan pemeriksaan fisik.

Kasus ini menunjukkan bahwa Facebook, dan jaringan sosial secara umumnya, dapat menjadi sumber baru stres psikologis, yang merupakan faktor pemicu pada eksaserbasi asma pada individu yang tengah tertekan. Mengingat tingginya prevalensi asma, terutama di kalangan orang-orang muda, pemicu ini perlu dipertimbangkan dalam penilaian eksaserbasi asma.


Referensi

1. Ritz T, Kullowatz A, Goldman MD, et al. Airway response to emotional stimuli in asthma: the role of the cholinergic pathway. J Appl Physiol 2010; 108: 1542-1549.
2. Loerbroks A, Apfelbacher CJ, Thayer JF, Debling D, Sturmer T. Neuroticism, extraversion, stressful life events and asthma:a cohort study of middle-aged adults. Allergy 2009; 64: 1444-1450.
3. Miller BD, Wood BL, Lim JH, Ballow M, Hsu CY. Depressed children with asthma evidence increased airway resistance: “vagal bias” as a mechanism?. J Allergy Clin Immunol 2009; 124: 66-73.
4. Zuckerberg M. 500 million stories. http://blog.facebook.com/blog.php?post=409753352130. (accessed Nov 5, 2010).
5. Ritz T, Kullowatz A, Bobb C, et al. Psychological triggers and hyperventilation symptoms in asthma. Ann Allergy Asthma Immunol 2008; 100: 426-432.

Rapid Test TB Terbaru

Kamis, 09 Desember 2010


WHO mendukung suatu test terbaru yaitu rapid test untuk tuberkulosis (TB), sangat relevan dipergunakan di negara-negara kasus TB yang banyak. Tes ini bisa merevolusi perawatan dan pengawasan TB dengan memberikan diagnosis yang akurat bagi banyak pasien dalam waktu sekitar 100 menit, dibandingkan dengan tes saat ini yang dapat memakan waktu hingga tiga bulan untuk mendapatkan hasinya. Tes baru ini merupakan suatu tonggak utama untuk diagnosis dan perawatan TB secara global. Merupakan harapan baru bagi jutaan orang yang beresiko terkena penyakit TB dan resistensi obat TB. Telah ada bukti ilmiahnya dan dikaji kebijakan-kebijakan yang ada dan sekarang siap implementasinya di negara-negara dengan kasus TB yang banyak.

Rapid test ini merupakan automated NAAT (nucleic acid amplification test) melalui pengujian selama 18 bulan penilaian yang sangat membantu dalam diagnosis dini TB, serta TB-MDR dan TB dengan infeksi HIV, yang selama ini lebih sulit didiagnosis. Sampai saat ini bukti menunjukkan bahwa pelaksanaan tes ini dapat menghasilkan peningkatan tiga kali lipat dalam diagnosis pasien dengan TB yang resistan terhadap obat (TB-MDR) dan dua kali lipat pada jumlah kasus TB dengan HIV di daerah dengan angka kejadian TB dan HIV yang tinggi. Selama ini banyak negara masih mengandalkan terutama pada pemeriksaan mikroskopis BTA, sebuah metode diagnostik yang dikembangkan lebih dari satu abad yang lalu. Pemeriksaan ini menggabungkan teknologi DNA modern yang dapat digunakan di luar laboratorium konvensional. Test ini sepenuhnya otomatis oleh karena itu mudah dan aman untuk digunakan.

WHO sekarang menyerukan agar automated NAAT diluncurkan sebagai bagian dari rencana nasional untuk perawatan dan pengawasan TB dan TB-MDR. Kebijakan dan pedoman operasional juga sedang diterbitkan berdasarkan temuan dari serangkaian ulasan dari para pakar dan konsultasi secara global yang digelar pekan lalu di Jenewa. Konsultasi ini dihadiri oleh lebih dari seratus wakil dari program nasional, lembaga bantuan pembangunan dan mitra internasional. Keterjangkauan rapid test ini telah menjadi perhatian utama dalam konsultasi tersebut. Co-developer FIND (the Foundation for Innovative and New Diagnostics) nenyampaikan bahwa telah melakukan negosiasi dengan produsen, Cepheid, untuk bisa menurunkan harga sebanyak 75% untuk negara-negara yang paling terpengaruh oleh TB, dibandingkan dengan harga pasar saat ini. Harga tersebut akan diberikan kepada 116 negara dengan pendapatan menengah kebawah dengan endemis TB, dengan tambahan pengurangan harga setelah ada permintaan volume yang signifikan.

Telah ada komitmen yang kuat untuk menghilangkan hambatan, termasuk hambatan finansial, yang bisa mencegah suksesnya teknologi baru ini dan untuk pertama kalinya dalam pengendalian TB dimungkinkan akses ke negara dengan pendapatan rendah, menengah dan tinggi secara bersamaan. Teknologi juga memungkinkan suatu pengujian terhadap penyakit lainnya yang selanjutnya akan meningkatkan suatu efisiensi.
WHO juga merekomendasi agar negara-negara memasukan tes ini dalam program nasional mereka. Ini termasuk pengujian protokol (atau algoritma) untuk mengoptimalkan penggunaan dan manfaat dari teknologi baru pada orang-orang yang paling membutuhkannya.Meskipun telah terjadi peningkatan besar dalam perawatan dan pengawasan, TB telah membunuh sekitar 1,7 juta orang di tahun 2009 dan 9,4 juta orang telah terinfeksi TB tahun lalu.

Apakah teknologi ini akan mampu menurunkan prevalensi TB di dunia?

Referensi :
1. International Union Againts Tuberculosis and Lung Disease : Tuberculosis, available from http://www.theunion.org/tuberculosis/tuberculosis.html
2. Stop TB Partnership : The Global Plan to Stop TB, available from http://www.stoptb.org/global/plan/main/part2.asp
3. TB Alliance : The Treat of TB available from http://www.tballiance.org/why/tb-threat.php
4. World Health Organization : WHO endorses new rapid tuberculosis test, available from http://www.who.int