Smoking is highly addictive, don't start

don't make them breathe your smoke

Smoking when pregnant harms your baby

Smokers die younger
World Health Day 2011 web button

Tuberculosis:Masalah dan Tantangan di Masa Depan

Senin, 29 Maret 2010


Diperkirakan kuman Tuberculosis (Mycobacterium tuberculosis) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Di negara-negara berkembang kematian akibat tuberculosis (TB) merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara berkembang, 75% penderita TB adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global (global emergency) penyakit TB karena pada sebagian besar negara di dunia, penyakit TB ini makin tidak terkendali dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan.
Indonesia merupakan negara dengan penderita TB terbanyak ke-3 di dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan jumlah penderita TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah penderita TB di dunia. Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi. Hasil survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukan bahwa angka prevalensi TB (dengan pemeriksaan dahak mikroskopis menunjukan hasil Basil Tahan Asam/BTA positif) secara Nasional 110 per 100.000 penduduk, khusus untuk provinsi Bali angka prevalensi TB adalah 64 per 100.000 penduduk. Di Indonesia terdapat 220.000 orang pasien penderita TB baru per tahun atau 500 orang penderita per hari. Data tahun 2008 menunjukan angka kematian 88.000 orang/tahun atau 240 orang/hari meninggal akibat penyakit TB.
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB yaitu kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, kegagalan program TB oleh karena tidak memadainya komitmen politis dan pendanaan, pelayanan TB yang kurang maximal (kurang terakses oleh masyarakat, diagnosis dan panduan obat yang tidak standar, obat tidak terjamin persediaanya,monitoring dan evaluasi yang kurang baik) dan juga perubahan demografi penduduk.Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan resiko TB secara signifikan. Pada saat yang sama kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB ( multidrug resistance= MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan ini pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani.
Strategi yang telah dikembangkan oleh WHO dalam penanggulangan TB adalah DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) yang sampai saat ini secara ekonomi paling efektif. Di Indonesia dilakukan suatu studi cost benefit penerapan strategi DOTS dan didapatkan hasil setiap dolar yang digunakan untuk membiayai program penanggulangan TB akan menghemat sebesar US$ 55 selama 20 tahun. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan penderita dengan prioritas pada penderita TB yang menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian akan menurunkan insiden TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan penderita merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.
Pada bulan Januari 2006 pada Forum Ekonomi sedunia di Swiss dicanangkan The Global Plan to Stop TB 2006-2015 dimana dilakukan upaya dan langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan Millenium Development Goal (MDGs) tahun 2015 yaitu mampu menurunkan insiden TB, kemudahan akses pelayanan TB dan mengobati semua penderita TB sehingga diharapkan 14 juta orang akan terselamatkan, 50 juta penderita TB terobati, sekitar satu juta penderita terobati dari Multi Drug Resistance (MDR), penemuan obat TB yang baru, vaksin TB terbaru di tahun 2015 serta test diagnostik yang cepat dan murah.
Tahun 2010 merupakan titik pertengahan dari The Global Plan to Stop TB 2006-2015. Pada setiap tanggal 24 Maret diperingati sebagai Hari TB sedunia (World TB Day) sebagai peringatan ditemukan kuman TB oleh Robert Koch tepatnya pada 24 Maret 1882. Pada tahun 2010 ini dikampanyekan suatu tema On the move against tuberculosis: Innovate to accelerate action, tema inovasi yang digaungkan merupakan suatu kebutuhan akan suatu cara baru dalam aksi penanggulangan TB. Selama ini pengobatan TB masih menunjukan hasil yang belum memuaskan sehingga harus terus meningkatkan usaha dan mencari cara-cara baru dan inovatif untuk menghentikan TB jika ingin mencapai Millenium Development Goal (MDGs) tahun 2015. Kampanye tahun 2010 ini berfokus pada individu-individu di seluruh dunia yang telah menemukan cara baru dalam penanggulangan TB dan dapat menjadi inspirasi bagi orang lain.
Sampai saat ini yang harus tetap dilakukan adalah tetap mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS, merespon masalah TB HIV dan MDR TB, memperkuat sistem kesehatan, melibatkan pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta, pemberdayaan masyarakat dan terus menerus melaksanakan dan mengembangkan riset. Diharapkan ditemukannya suatu inovasi atau strategi baru yang lebih baik dalam hal teknik diagnosis yang lebih cepat dan tepat, obat anti TB yang baru dengan masa pengobatan yang lebih pendek serta murah dan kemudahan dalam monitor dan evaluasi.

FAKTOR RESIKO PPOK

Sabtu, 06 Maret 2010


Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit yang ditandai dengan keterbatasan saluran nafas yang bersifat kronis dan terjadi perubahan patologis pada paru, gangguan ekstrapulmonari signifikan dan komorbiditas yang dapat berkontribusi pada kegawatan penyakit penderita. Keterbatasan aliran udara bersifat progresif dan dihubungkan dengan inflamasi kronis sehingga menyebabkan perubahan struktural dan penyempitan saluran nafas kecil serta kerusakan parenkim paru (emfisema). Hal tersebut menyebabkan hilangnya perlekatan alveolar pada saluran nafas kecil dan penurunan rekoil elastis paru sehingga hal ini akan menurunkan kemampuan saluran nafas tetap terbuka ketika ekspirasi.
PPOK sendiri memiliki dampak ekstrapulmonari signifikan yang menyebabkan kondisi komorbid. Beberapa dampak PPOK pada extrapulmonari adalah terjadinya penurunan berat badan, abnormalitas nutrisi dan disfungsi otot skeletal.
Prediksi WHO bahwa pada tahun 2020 angka kejadian PPOK akan meningkat dari posisi 12 ke 5 sebagai penyakit terbanyak di dunia dan dari posisi 6 ke 3 sebagai penyebab kematian terbanyak. Diprediksi angka ini akan meningkat karena paparan secara terus menerus terhadap faktor resiko. Berikut ini adalah faktor-faktor resiko PPOK :
1. Genetik
Suatu analisa hubungan genetik dengan PPOK yang telah diketahui adalah defisiensi alpha-1 antitrypsin.Penelitian hubungan genetik telah mengimplikasikan berbagai gen dalam patogenesis PPOK, namun demikian masih menunjukan hasil yang inkosisten dan varian genetik fungsional (selain defisiensi alpha-1 antitrypsin) belum secara definitif teridentifikasi.
2. Merokok
Resiko PPOK pada perokok tergantung pada banyaknya rokok yang dikonsumsi, usia pertama kali merokok, jumlah total rokok yang dihisap pertahun dan status merokok saat ini.Perlu diketahui bahwa tidak semua perokok mengalami PPOK. Ini menunjukan bahwa faktor genetik telah memodifikasi resiko tiap individu.Di sisi lain, perokok pasif bisa beresiko mengalami PPOK


3. Debu dan bahan kimia okupasi
Paparan ini meliputi agen kimia dan debu organik atau anorganik serta bau-bauan yang pada suatu analisa survey, paparan ini menyebabkan 10-20% gejala dan gangguan fungsional yang konsisten dengan gejala PPOK

4. Polusi udara di dalam dan luar rumah
Pembakaran pada tungku atau kompor yang tidak berfungsi dengan baik atau partikel dari emisi kendaraan bermotor

5. Pertumbuhan dan perkembangan paru
Proses pertumbuhan dan perkembangan paru yang kurang baik selama masa gestasi, kelahiran dan paparan selama anak-anak, berpotensi meningkatkan resiko PPOK

6. Stress Oksidatif
Terjadi oleh karena ketidakseimbanagn oksidan dan antioksidan yang tidak hanya menghasilkan perlukaan langsung pada paru tapi juga mengaktivasi mekanisme molekuler yang menginisiasi inflamasi paru

7. Infeksi
Infeksi oleh bakteri dan virus dapat berkontribusi pada patogenesis dan progresi PPOK. Kolonisasi bakteri dihubungkan dengan inflamasi saluran nafas yang dapat juga berperan pada eksaserbasi.

8. Status sosialekonomi
Adanya bukti bahwa berkembangnya PPOK berbanding terbalik dengan peningkatan sosial ekonomi.Masih belum jelas apakah ini karena golongan ekonomi yang rendah lebih banyak terpapar polutan di dalam ataupun diluar rumah atau faktor lainnya

9. Nutrisi
Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan daya tahan otot respirasi

10. Asma
Asma dapat menjadi faktor resiko berkembangnya PPOK meskipum buktinya tidak bersifat konklusif, Dalam suatu penelitian kohor berjangka panjang yaitu The Tucson Epidemiological Study of Airway Obstructive disesase, pada orang dewasa dengan asma menunjukan resiko 12x lebih besar menderita PPOK dibandingkan orang dewasa tanpa asma.

(telah diterbitkan pada harian Bali Post tgl 4 Oktober 2009)
www.balipost.com