Smoking is highly addictive, don't start

don't make them breathe your smoke

Smoking when pregnant harms your baby

Smokers die younger
World Health Day 2011 web button

You Can Control Your Asthma

Selasa, 03 Mei 2011


Asma adalah penyakit peradangan kronis pada saluran nafas berupa hiperesponsif nya saluran nafas yang menyebabkan terjadinya obstruksi dan pembatasan aliran udara oleh karena terjadinya bronkokonstriksi, gumpalan mukus dan peningkatan peradangan ketika terjadinya pajanan terhadap faktor resiko. Penyakit ini ditandai mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas yang berbeda dalam tingkat keparahan dan frekuensi diantara penderita dan termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernapasan kronik. Asma mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun jumlah kasusnya cukup banyak ditemukan dalam masyarakat. Meskipun tingkat kematian asma tidak seperti Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau penyakit kronis lainnya, pengobatan yang tidak tepat atau tidak patuh terhadap pengobatan dapat menyebabkan kematian.

WHO memperkirakan bahwa sekitar 300 juta orang saat ini menderita asma dan asma adalah penyakit kronis yang paling umum terjadi pada anak-anak. Sebanyak 255 ribu orang meninggal karena asma pada tahun 2005. Penyakit ini terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini yang apabila tidak di cegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa yang akan datang serta mengganggu proses tumbuh kembang anak dan kualitas hidup pasien.

Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di semua negara bukan hanya pada negara dengan tingkat pendapatan yang tinggi. Terlepas dari tingkat keparahan asma, 80 % lebih kematian akibat asma terjadi pada negara-negara dengan pendapatan yang rendah atau menengah kebawah. Asma sering kali tidak didiagnosis dengan benar (underdiagnosis) sehingga pengobatannyapun tidak optimal. Hal Ini menciptakan beban besar untuk individu dan keluarga dan sering menghambat aktivitas individu tersebut seumur hidupnya.

Berdasarkan hasil suatu penelitian di Amerika Serikat hanya 60% dokter ahli paru dan alergi yang memahami panduan tentang asma dengan baik, sedangkan dokter lainnya 20%-40%. Tidak mengherankan bila tatalaksana asma belum sesuai dengan yang diharapkan. Di masyarakat masih banyak dijumpai pemakaian obat anti asma yang kurang tepat dan masih tingginya kunjungan pasien ke unit gawat darurat, perawatan inap bahkan perawatan intensif. Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya. Hal ini disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).

Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun hasil penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 prevalensi asma masih 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survei asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7%-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8% tahun 1995 dan tahun 2001 di Jakarta Timur sebesar 8,6%. Berdasarkan gambaran tersebut di atas, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian secara serius.

Pengamatan di 5 propinsi di Indonesia (Sumatra Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan) yang dilaksanakan oleh Subdit Penyakit Kronik dan Degeneratif Lain pada bulan April tahun 2007, menunjukkan bahwa pada umumnya upaya pengendalian asma belum terlaksana dengan baik dan masih sangat minimnya ketersediaan peralatan yang diperlukan untuk diagnosis dan tatalaksana pasien asma difasilitas kesehatan.

Penyebab dasar asma tidak sepenuhnya dipahami. Faktor risiko terkuat untuk pengembangkan terjadinya asma adalah kombinasi dari predisposisi genetik dengan pajanan lingkungan terhadap zat dihirup dan partikel yang dapat menimbulkan reaksi alergi atau mengiritasi saluran udara, seperti:
• Alergen dalam ruangan (misalnya untuk tungau rumah, debu di tempat tidur, karpet dan boneka, polusi dan ketombe binatang peliharaan)
• Alergen luar ruangan (seperti serbuk sari dll)
• Asap tembakau
• Zat kimia di tempat kerja
• Polusi udara

Hal lainnya yang dapat memicu terjadinya asma yaitu udara dingin, emosional yang amat sangat seperti marah atau takut,dan latihan fisik. Bahkan obat-obat tertentu dapat memicu asma seperti aspirin dan obat anti-inflamasi non-steroid, dan beta-blocker (yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi, kondisi jantung dan migren.

Terdapat 4 komponen dalam penanganan asma :
1. Membina hubungan baik pasien dan dokter
2. Mengidentifikasi dan mengurangi pajanan terhadap faktor resiko
3. Menilai, mengobati dan memonitor asma secara tepat
4. Penanganan eksaserbasi asma

Meskipun asma tidak bisa disembuhkan, penerapan 4 komponen penanganan asma tersebut dapat mengontrol penyakit dan memungkinkan orang untuk menikmati kualitas hidup yang baik.serta diharapkan dapat mengurangi rawat inap karena asma sebanyak 50% pada tahun 2015.

Obat asma terdiri dari atas obat pelega (reliever) dan obat pengontrol (controller). Obat pelega digunakan saat asma sedang kambuh untuk meredakan serangan asma. Obat yang termasuk di dalamnya bertujuan melebarkan jalan napas. Obat pelega berefek cepat namun efeknya cepat menurun sehingga obat jenis ini hanya digunakan bila perlu yaitu bila ada tanda atau gejala serangan asma. Obat pengontrol digunakan sehari-hari untuk mengatasi peradangan (inflamasi) yang terjadi, agar menjaga paru dan saluran napas penderita asma tidak semakin rusak. Obat ini tidak diperuntukan bagi serangan asma. Obat asma dapat diberikan dengan penyuntikan, infus maupun diminum. Selain itu, ada pula obat asma yang penggunaannya dihisap atau disemprotkan (inhaler). Sedangkan obat yang berupa injeksi dan infus biasanya diberikan di rumah sakit. Untuk penggunaan sehari-hari di rumah, penggunaan obat semprot dan hisap (inhaler) lebih dianjurkan karena dengan cara dihisap, obat langsung bekerja cepat dan tepat ke saluran napas. Dosis yang diberikanpun kecil yaitu 1/20 dosis obat minum sehingga efek samping minimal dan aman bila dipakai jangka panjang.

Pada tahun 2003, GINA menetapkan klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahannya seperti Intermittent, Mild Persistent, Moderate Persistent dan Severe Persistent. Sejak tahun 2008 klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kontrolnya yaitu Controlled (terkontrol), Partly Controlled (terkontrol sebagian) dan Uncontrolled (tidak terkontrol). Sehingga tujuan utama pengobatan asma adalah mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol. Asma terkontrol dapat dicapai pada sebagian besar pasien asma dengan pengelolaan yang baik. Asma dikatakan terkontrol bila :
• Tidak ada (atau minimal) gejala-gejala asma.
• Tidak bangun di malam hari karena asma.
• Tidak ada (atau minimal) penggunaan obat pelega (reliever)
• Kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik dengan normal dan berolahraga
• Normal (atau mendekati normal) hasil uji fungsi paru (PEF dan FEV 1)
• Tidak ada (atau sangat jarang) terjadinya serangan asma

Pada penelitian di beberapa multi center hanya 5% di Eropa Barat dan 2,5% di Asia Pasifik penderita asma yang terkontrol baik. Dari sekian banyak faktor yang menyebabkan kontrol asma yang rendah terdapat dua faktor yang tampaknya memegang andil besar yaitu faktor dokter dan pasien. Dokter terlalu rendah menilai asma dan kemudian meresepkan obat yang tidak adekuat. Obat pengontrol asma seperti kortikosteroid inhalasi sangat rendah pemakaiannya, para dokter lebih suka menggunakan obat pelega dan bahkan obat batuk dan antibiotika yang seharusnya tidak diperlukan. Dilain sisi pasien merasa dirinya sudah terkontrol, apalagi adanya pemahaman “No symptoms No Asthma” menyebabkan pasien hanya berobat kalau ada gejala saja tanpa perlu memakai obat pengontrol.

Saat ini peneliti berupaya untuk menentukan alat ukur yang bisa mewakili kontrol asma secara keseluruhan mulai dari pengukuran salah satu variable sampai pada gabungan beberapa variable sehingga sasaran pengobatan menjadi jelas. Saat ini setidaknya terdapat 5 alat ukur berupa kuisioner baik atau dengan pemeriksaan fungsi paru. Salah satunya adalah Asthma Control Test (ACT) yang di perkenalkan oleh Nathan dkk tahun 2004. Kuisioner ACT ini telah diuji coba di Poliklinik alergi-imunologi klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM dengan hasil keandalan internal 83%, keandalan interklas 92% kesahihan dengan fungsi paru 24%, dan kesahihan dengan penilaian klinis 74% sehingga dapat disimpulkan ACT ini dapat dipakai di masyarakat kita. Manfaat dari asma yang terkontrol dapat menurunkan kunjungan ke Unit Gawat Darurat dan menurunkan perawatan di rumah sakit.

Kontrol asma di Indonesia termasuk rendah karena pengetahuan dokter dan masyarakat masih kurang. Terdapat suatu penelitian kalau penggunaan kortikosteroid inhalasi masih kurang di Indonesia dan pemeriksaan fungsi paru hanya 1,5% yang dilakukan secara teratur. Selain kendala pengetahuan, menurut GINA distribusi obat di Indonesia masih belum baik selain ketidakmampuan dan daya beli masyarakat yang tinggi. Perlunya upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang asma kepada petugas kesehatan dan juga pada masyarakat. Bantuan pemerintah dalam memproduksi obat asma yang murah yang terjangkau juga merupakan hal yang penting terutama obat-obat kortikosteroid inhalasi maupun kombinasi kortikosteroid dan agonis beta-2 inhalasi kerja panjang/lama.

Apakah Asma Anda Terkontrol?

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa telah dikembangkan suatu kuisioner untuk menilai status kontrol asma seseorang dengan menggunakan Asthma Control Test (ACT). ACT adalah sebuah tes sederhana yang dapat membantu mengevaluasi apakah penyakit asma telah terkontrol dengan baik.

Asthma Control Test

1. Dalam 4 minggu terakhir, seberapa sering asma mengganggu anda untuk melakukan pekerjaan sehari-hari di kantor, di sekolah atau di rumah?
1) Selalu
2) Sering
3) Kadang-kadang
4) Jarang
5) Tidak pernah

2. Dalam 4 minggu terakhir seberapa sering anda mengalami sesak nafas?
1) Lebih dari 1 kali sehari
2) Sesekali sehari
3) 3-6 kali seminggu
4) 1-2 kali seminggu
5) Tidak pernah

3. Dalam 4 minggu terakhir seberapa sering gejala-gejala asma (bengek, batuk-batuk, sesak nafas atau rasa tertekan di dada) menyebabkan anda terbangun di malam hari atau lebih awal dari biasanya?
1) 4 kali atau lebih dalam seminggu
2) 2-3 kali seminggu
3) Sekali seminggu
4) 1-2 kali sebulan
5) Tidak pernah

4. Dalam 4 minggu terakhir seberapa sering anda menggunakan obat semprot atau obat oral (tablet/syrup) untuk melegakan pernafasan?
1) 3 kali atau lebih sehari
2) 1-2 kali sehari
3) 2-3 kali seminggu
4) 1 kali seminggu atau kurang
5) Tidak pernah

5. Bagaimana anda sendiri menilai tingkat control asma anda dalam 4 minggu terakhir?
1) Tidak terkontrol sama sekali
2) Kurang terkontrol
3) Cukup terkontrol
4) Terkontrol dengan baik
5) Terkontrol sepenuhnya

Jumlahkan nilai masing-masing pertanyaan untuk mendapatkan nilai total
Arti nilai ACT :
• 25 : Terkontrol Penuh
• 20-24 : Terkontrol Sebagian
• ≤ 19 : Tidak Terkontrol


Memperingati Hari Asma Sedunia
Selasa, 3 Mei 2011