Smoking is highly addictive, don't start

don't make them breathe your smoke

Smoking when pregnant harms your baby

Smokers die younger
World Health Day 2011 web button

Legionellosis

Minggu, 23 Januari 2011


Legionellosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman gram negatif, bakteri aerobik yang termasuk ke dalam genus Legionella. Lebih dari 90% kasus legionellosis disebabkan oleh Legionella pneumophila, merupakan organisme akuatik yang bisa berada dimana saja, dapat tumbuh pada suhu antara 25 dan 45° C (77 dan 113° F), dengan suhu optimum sekitar 35 ° C (95 ° F). Terdapat dua bentuk dari Legionellosis yaitu:

1. Penyakit Legionnaire, yang dikenal juga dengan Demam Legion yang menimbulkan penyakit yang lebih parah sampai bisa terjadi suatu pneumonia.
2. Demam Pontiac, yang disebabkan oleh bakteri yang sama tetapi dengan keluhan penyakit yang lebih ringan, tanpa pneumonia dan menyerupai influenza akut biasa.

Nama penyakit Legionnaire berawal pada bulan Juli 1976 ketika terjadi suatu wabah pneumonia orang-orang yang menghadiri konvensi Legiun Amerika di Hotel Bellevue-Stratford di Philadelphia. Pada tanggal 18 Januari 1977 agen penyebab telah diidentifikasi yang sebelumya dikatakan sebagai bakteri yang tidak diketahui, kemudian diketahui bernama Legionella. Beberapa orang dapat terinfeksi dengan bakteri Legionella dan hanya memiliki gejala-gejala ringan atau tanpa sakit sama sekali.

Gejala
Penyakit Legionnaire biasanya mulai terjadi 2- 14 hari setelah terpapar bakteri legionella. Hal ini sering dimulai dengan tanda-tanda dan gejala berikut:
• Sakit kepala
• Nyeri otot
• Panas dingin
• Demam yang mungkin 104 F (40°C) atau lebih tinggi
Pada hari kedua atau ketiga :
• Batuk, yang mungkin disertai dahak dan terkadang darah
• Sesak napas
• Nyeri dada
• Kelelahan
• Kehilangan nafsu makan
• Gejala gastrointestinal, seperti mual, muntah dan diare
• Kebingungan atau perubahan mental lainnya
Walaupun penyakit Legionnaire terutama mengenai paru-paru, kadang-kadang dapat menyebabkan infeksi pada luka dan di bagian lain dari tubuh, termasuk jantung.
Suatu bentuk ringan dari Penyakit Legionnaire adalah demam Pontiac, dengan gejala demam, menggigil, sakit kepala dan nyeri otot. Demam Pontiac tidak menginfeksi paru-paru dan gejala biasanyaterjadi kurun waktu 2-5 hari.

Penyebab
Bakteri Legionella pneumophila merupakan penyebab terhadap sebagian besar kasus penyakit Legionnaire. Di luar ruangan bakteri Legionella bertahan hidup di tanah dan air, tetapi jarang menyebabkan infeksi. Dalam ruangan, bakteri Legionella dapat berkembang biak pada semua jenis sistem pengelolaan air, kolam air panas, AC dan penyemprot air penyegar pada penjual makanan dan buah di suatu supermarket.
Sekalipun mungkin penyakit Legionnaire terjadi pada sistem air/pendingin rumah tangga tetapi sebagian besar kejadian wabah terjadi pada gedung-gedung yang besar yang dengan kompleksnya sistem air yang ada membuat bakteri ini dengan mudah tumbuh dan menyebar.
Bagaimana bakteri ini bisa menyebar?
Kebanyakan orang terinfeksi ketika mereka menghirup tetesan air mikroskopis yang mengandung bakteri legionella. Ini mungkin berasal dari semproan air keran, tempat mandi atau pusaran air atau air yang tersebar melalui sistem ventilasi di sebuah gedung besar.
Kejadian wabah yang terjadi sering dikaitkan dengan berbagai sumber, termasuk:
Hot tubs and whirlpools pada kapal pesiar
• Menara pendingin dalam sistem pendingin udara/AC
• Dekorasi pada air mancur
• Kolam renang
• Peralatan terapi fisik
• Sistem pengelolaan air sistem pada hotel, rumah sakit dan rumah jompo
Para ilmuwan tidak yakin berapa banyak paparan bakteri diperlukan untuk menyebabkan penyakit, tetapi pada beberapa orang, infeksi berkembang setelah menghirup tetesan yang terkontaminasi hanya dalam beberapa menit. Tidak seperti kebanyakan bakteri yang tersebar dalam radius kecil, bakteri legionella mungkin mampu melakukan perjalanan sejauh empat mil melalui udara.
Meskipun bakteri legionella terutama menyebar melalui tetesan air aerosol, infeksi dapat ditularkan dengan cara lain, termasuk:
• Aspirasi. Hal ini terjadi ketika cairan secara tidak sengaja masuk ke dalam paru-paru, biasanya terjadi saat batuk atau tersedak saat minum. Jika aspirat mengandung bakteri legionella, akan dapat berkembang menjadi penyakit Legionnaire.
• Tanah. Beberapa orang terjangkit penyakit Legionnaire setelah bekerja di kebun atau pot dengan tanah yang terkontaminasi.

Faktor risiko
Tidak semua orang yang terinfeksi bakteri legionella akan menjadi sakit. Ada beberapa faktor resiko :
• Merokok. Kebiasaan merokok akan merusak paru-paru dan lebih rentan terhadap segala jenis infeksi paru.
• Memiliki sistem kekebalan yang lemah sebagai akibat dari HIV / AIDS atau obat tertentu terutama kortikosteroid dan obat-obatan untuk mencegah penolakan organ setelah transplantasi.
• Memiliki penyakit paru kronis seperti emfisema atau kondisi lain yang serius seperti diabetes, penyakit ginjal atau kanker.
• Usia 65 tahun atau lebih
• Bekerja di ruang lingkup dan pemeliharaan sistem pendingin udara/AC
Penyakit Legionnaire terjadi secara sporadis dan menjadi masalah lokal di rumah sakit dan rumah jompo, di mana kuman dapat menyebar dengan mudah dan orang-orang yang rentan terhadap infeksi.

Komplikasi
Komplikasi penyakit Legionnaire dapat mengancam jiwa:
• Kegagalan pernapasan. Hal ini terjadi ketika paru-paru tidak lagi mampu memberikan tubuh oksigen yang cukup atau tidak dapat mengeluarkan karbon dioksida dari darah.
• Septic shock. Hal ini terjadi ketika tiba-tiba terjadi penurunan tekanan darah yang mengurangi aliran darah ke organ vital, terutama ginjal dan otak. Jantung mencoba untuk mengkompensasi dengan meningkatkan volume darah yang dipompa, tapi beban kerja tambahan akhirnya melemahkan jantung dan mengurangi aliran darah lebih lanjut
• Gagal ginjal akut. Akibat hilangnya kemampuan ginjal secara mendadak untuk melakukan fungsi utama mereka yaitu menyaring bahan beracun dari darah.
Bila tidak diobati secara efektif dan segera, penyakit Legionnaire mungkin akan menjadi fatal, terutama jika sistem kekebalan tubuh dilemahkan oleh penyakit atau obat.

Pemeriksaan dan Diagnosis
Penyakit Legionnaire ini mirip dengan jenis pneumonia lainnya. Untuk membantu mengidentifikasi keberadaan bakteri legionella secara cepat, dapat dilakukan pemeriksaan urine untuk mendeteksi antigen legionella, suatu zat asing yang dapat memicu respon sistem kekebalan tubuh. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
• Pemeriksaan darah
• Pemeriksaan radiologi dada, yang memang tidak mengkonfirmasi penyakit Legionnaire tetapi dapat menunjukkan tingkat infeksi pada paru
• Pemeriksaan pada sampel dahak atau jaringan paru
• CT scan otak atau pungsi tulang belakang jika mengalami gejala neurologis seperti kejang dan penurunan kesadaran

Pengobatan
Penyakit Legionnaire diobati dengan antibiotika golongan pernafasan kuinolon (levofloxacin, moksifloksasin, gemifloxacin) atau bisa juga antibiotika golongan macrolide (azithromycin, clarithromycin, roxithromycin). Antibiotika yang sering digunakan adalah levofloksasin dan azitromisin. Macrolide digunakan pada semua kelompok umur sedangkan tetrasiklin digunakan untuk anak-anak di atas usia 12 dan kuinolon di atas usia 18 tahun. Rifampicin dapat digunakan dalam kombinasi dengan kuinolon atau macrolide.
Tingkat kematian akan menjadi kurang dari 5% jika terapi dimulai dengan cepat. Keterlambatan dalam memberikan antibiotika yang sesuai akan beresiko kematian. Semakin cepat terapi dimulai, semakin kecil kemungkinan terjadinya komplikasi serius atau kematian. Sedangkan demam Pontiac akan hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan dan tidak menyebabkan gejala-gejala sisa.

Prognosis
Menurut Journal Infection Control and Hospital Epidemiology, pneumonia Legionella yang di dapat di rumah sakit memiliki tingkat kematian sebesar 28% dan sumber utama infeksi pada kasus tersebut adalah sistem distribusi air minum

Pencegahan
Wabah penyakit Legionnaire dapat dicegah, tapi itu memerlukan pembersihan dan disinfeksi secara cermat pada sistem pegolahan air, kolam renang dan spa. Tidak merokok adalah hal yang paling penting yang dapat lakukan untuk menurunkan resiko infeksi. Merokok meningkatkan kemungkinan berkembangnya parahnya penyakit Legionnaire jika telah terinfeksi bakteri legionella.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar 40% sampai 60% dari menara pendingin yang diuji mengandung Legionella. Sebuah penelitian terbaru memberikan bukti bahwa Legionella pneumophila sebagai agen penyebab, dapat melakukan perjalanan udara minimal 6 km dari sumbernya. Suatu tim ilmuwan dari Francis meneliti epidemi penyakit legionnaire yang berlangsung di Pas-de-Calais di utara Perancis pada 2003-2004. Terapat 86 kasus dikonfirmasikan selama wabah, 18 diantaranya meninggal. Sumber infeksi diidentifikasi pada menara pendingin di petrokimia tanaman dan analisis mereka pada yang terkena wabah bahwa beberapa orang yang terinfeksi, hidup sejauh 6-7 km dari pabrik. Sebuah studi kasus penyakit legionnaire pada bulan Mei 2005 di Sarpsborg, Norwegia menyimpulkan bahwa kecepatan udara yang tinggi, aliran udara besar dan kelembaban udara yang tinggi telah berkontribusi terhadap penyebaran luas Legionella sp. hingga mencapai lebih dari 10 km. Pada tahun 2010 sebuah studi di Inggris oleh Health Protection Agency melaporkan bahwa 20% kasus dapat disebabkan oleh air wiper kaca depan yang terinfeksi.

Kejadian Wabah
1. Philadelphia, Amerika Serikat, 1976
2. United Kingdom, 1985
3. Belanda, 1999
4. Melbourne, Australia, 2000
5. Spanyol, 2001
6. United Kingdom, 2002
7. Norwegia, 2005
8. South Wales, 2010
9. Amerika Serikat, 2011

Referensi :
1. Legionnaire's disease, available from
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000616.htm

2. Legionnaires' Disease available from http://www.scienceclarified.com/Io-Ma/Legionnaires-Disease.html

3. Legionnaires disease link to lack of windscreen wash, available from http://www.physorg.com/news195847365.html.

4. "What is Legionnaires' disease?" available from http://www.relianceworldwide.com/site/fs_main_home.htm.

5. Legionnaires' disease, Mayo Clinic, available from http://www.mayoclinic.com/health/legionnaires-disease/DS00853

6. European Working Group for ''Legionella' Infections" available from http://www.ewgli.org

7. Infection Control and Hospital Epidemiology, July 2007, Vol. 28, No. 7, "Role of Environmental Surveillance in Determining the Risk of Hospital-Acquired Legionellosis: A National Surveillance Study With Clinical Correlations" (http://www.legionella.org/EnvironSurv-Legionella_Stout_et_al-ICHE.pdf)

8. World Health Organization 2007. Legionella and the prevention of legionellosis. Geneva, Switzerland: WHO.
Available from http://www.who.int/water_sanitation_health/emerging/legionella.pdf

VITAMIN D MEMPERCEPAT PENGOBATAN TB

Selasa, 11 Januari 2011


Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa vitamin D dapat mempercepat pengobatan antibiotika tuberkulosis (TB). Hal ini telah dipublikasikan oleh Dr Adrian Martineau dkk dari Centre for Health Sciences Barts dan The London School of Medicine and Dentistry yang didanai oleh British Lung Foundation pada Journal Lancet tanggal 6 Januari 2011

Pada penelitian tersebut terdapat 146 pasien dengan TB BTA positif yang masih sensitif terhadap obat TB. Mereka direkrut dari 10 pusat kesehatan di kota London dan secara acak diberikan empat dosis oral 2,5 mg vitamin D di awal pengobatan, 14,28 dan 42 hari setelah memulai pengobatan atau plasebo. Semua peserta menerima pengobatan antibiotika standar untuk kondisi mereka.

Waktu rata-rata untuk pembersihan kuman TB dari paru pada peserta penelitian adalah 6 minggu untuk pasien yang memakai terapi standar saja dan 5 minggu untuk mereka yang memakai tambahan vitamin D, walaupun secara statistik perbedaan ini tidak cukup signifikan, namun, pasien yang memiliki jenis genetik tertentu yaitu reseptor vitamin D (TaqI and FokI polymorphisms receptor) akan jauh lebih berespon terhadap pemberian vitamin D tersebut dan pembersihan bakteri TB jauh lebih cepat jika mereka menerima vitamin D di samping pengobatan antibiotika standar. Pemberian empat dosis 2,5 mg vitamin D3 akan meningkat konsentrasi serum 25-hidroksivitamin D. Vitamin D tidak secara signifikan mempengaruhi waktu untuk konversi kutur dahak di seluruh populasi penelitian, tapi hal itu secara signifikan mempercepat konversi kultur dahak pada peserta dengan yang memiliki tt genotipe dari reseptor TaqI polimorfisme.

122/126 pasien pada trial (97 persen) memiliki tingkat kekurangan vitamin D pada awal trial. Kekurangan vitamin D adalah masalah yang sangat umum pada pasien TB. Hal ini juga mungkin bahwa TB dapat menyebabkan kekurangan vitamin D dengan mekanisme yang tidak sepenuhnya dipahami saat ini.

Vitamin D terkenal karena dampaknya pada tulang mencegah rakhitis dan osteomalacia tetapi juga memiliki dampak penting pada sistem kekebalan tubuh. Dosis tinggi vitamin D dulu digunakan untuk mengobati TB sebelum tersedianya obat antibiotika seperti saat ini, tapi uji klinis belum pernah dilakukan untuk mengetahui bagaimana kondisi genetik pasien TB dapat mempengaruhi respon terhadap pemberian suplemen vitamin D. Temuan bahwa pasien yang memiliki reseptor jenis tertentu terhadap vitamin D dan berespon baik terhadap pemberian vitamin D, memberikan suatu wawasan bagaimana vitamin D dapat mempengaruhi respon kekebalan tubuh

Temuan penelitian menunjukkan suatu harapan baru dalam mempercepat pengobatan antibiotika TB untuk pasien-pasien yang menerima vitamin D. Proses pengobatan saat ini sangat panjang dan bisa mahal sehingga setiap kemajuan yang ada di bidang penelitian medis akan bisa sangat bermanfaat bagi penobatan pasien.

Referensi :
1. Selvaraj P, Chandra G, Jawahar MS, Rani MV, Rajeshwari DN, Narayanan PR. Regulatory role of vitamin D receptor gene variants of Bsm I, Apa I, Taq I, and Fok I polymorphisms on macrophage phagocytosis and lymphoproliferative response to mycobacterium tuberculosis antigen in pulmonary tuberculosis. J Clin Immunol 2004; 24: 523-532
2. Martineau AR, Honecker FU, Wilkinson RJ, Griffiths CJ. Vitamin D in the treatment of pulmonary tuberculosis. J Steroid Biochem Mol Biol 2007; 103: 793-798
3. Wejse C, Gomes VF, Rabna P, et al. Vitamin D as supplementary treatment for tuberculosis: a double-blind, randomized, placebo-controlled trial. Am J Respir Crit Care Med 2009; 179: 843-850
4. Martineau AR, Nanzer AM, Satkunam KR, et al. Influence of a single oral dose of vitamin D(2) on serum 25-hydroxyvitamin D concentrations in tuberculosis patients. Int J Tuberc Lung Dis 2009; 13: 119-125.